Sunday 7 January 2024

Dinamika Administrasi Negara: Analisis Komparatif Peluang Kerja dalam Konteks Perubahan Sosial dan Ekonomi

Pendahuluan:

Administrasi negara merupakan landasan utama bagi tatanan pemerintahan suatu negara. Dalam era globalisasi dan perubahan yang cepat, peran administrasi negara menjadi semakin krusial, terutama ketika dikaitkan dengan peluang kerja. Artikel ini bertujuan untuk mengadakan analisis komparatif terhadap peluang kerja dalam konteks perubahan sosial dan ekonomi yang melibatkan administrasi negara.

1. Evolution of Public Administration:**

   Sejarah administrasi negara telah mengalami transformasi signifikan seiring berjalannya waktu. Dari model tradisional hingga model yang lebih modern, administrasi negara terus beradaptasi dengan dinamika masyarakat dan ekonomi. Artikel ini membahas perkembangan tersebut dan implikasinya terhadap peluang kerja di sektor administrasi publik.

2. Social Changes and Employment Opportunities:**

   Perubahan sosial, seperti diversifikasi penduduk dan pergeseran nilai-nilai masyarakat, memiliki dampak langsung pada kebutuhan administrasi negara. Analisis komparatif memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana perubahan sosial memengaruhi peluang kerja di berbagai sektor administrasi, mulai dari birokrasi hingga manajemen kebijakan.

3. Economic Dynamics and Administrative Roles:**

   Transformasi ekonomi, terutama dalam era digital, memainkan peran penting dalam menciptakan peluang kerja baru di bidang administrasi negara. Fokus pada konsep e-government, inovasi teknologi, dan digitalisasi pelayanan publik menjadi kunci dalam menjelajahi bagaimana administrasi negara dapat memanfaatkan perkembangan ekonomi untuk meningkatkan efisiensi dan menciptakan lapangan kerja baru.

4. Challenges and Opportunities in Public Administration Employment:**

   Meskipun terdapat peluang baru, artikel ini juga mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh para profesional administrasi negara. Pengelolaan perubahan, adaptasi terhadap teknologi, dan kebijakan ketenagakerjaan menjadi fokus dalam menjelaskan kompleksitas peluang kerja di dunia administrasi negara.

5. Case Studies and Comparative Analysis:**

   Untuk memberikan gambaran yang lebih konkret, artikel ini menggabungkan studi kasus dari beberapa negara yang mengalami transformasi administrasi negara. Perbandingan ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana peluang kerja berbeda-beda dalam konteks administrasi negara yang beragam.

Kesimpulan:

Dengan memperhatikan dinamika administrasi negara, artikel ini menyimpulkan bahwa peluang kerja dalam bidang ini sangat dipengaruhi oleh perubahan sosial dan ekonomi. Sementara ada tantangan, terdapat juga peluang baru yang dapat dimanfaatkan oleh para profesional administrasi negara untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kontribusi mereka terhadap pembangunan masyarakat dan ekonomi.

Teknologi yang Membentuk Masa Depan: Antara Harapan dan Tantangan

Dalam era digital yang berkembang pesat, teknologi menjadi tulang punggung transformasi masyarakat. Antara harapan kemajuan dan tantangan etika, kita menyaksikan perubahan besar yang membentuk masa depan kita.

1. Harapan Teknologi

Teknologi memberikan janji kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam dunia medis, terobosan teknologi menyelamatkan nyawa dan meningkatkan kualitas hidup. Di sektor pendidikan, akses global terbuka, memberikan kesempatan belajar tanpa batas. Secara ekonomi, perkembangan teknologi meningkatkan produktivitas dan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

2. Tantangan Etika

Sementara teknologi membawa harapan, tantangan etika juga muncul. Keamanan data dan privasi menjadi perhatian utama ketika kita semakin terhubung secara digital. Pertanyaan tentang dampak sosial dan psikologis dari penggunaan teknologi juga muncul, memunculkan kekhawatiran tentang isolasi sosial dan ketergantungan.

3. Keseimbangan yang Diperlukan

Untuk menghadapi tantangan ini, masyarakat harus mencari keseimbangan yang tepat. Etika dan regulasi perlu mendampingi perkembangan teknologi. Pendidikan tentang penggunaan yang bertanggung jawab juga penting agar kita dapat memahami dan mengelola dampak teknologi dengan bijak.

4. Tanggung Jawab Bersama

Menciptakan masa depan yang berkelanjutan melibatkan tanggung jawab bersama. Pengembang teknologi, pemerintah, dan masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan bahwa teknologi digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan semua orang dan tidak meninggalkan siapapun di belakang.



Dalam perjalanan menuju masa depan yang diwarnai teknologi, menjaga keseimbangan antara harapan dan tantangan etika adalah kunci untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Saturday 7 March 2020

Contoh Makalah Sistem Informasi Manajemen ''Decision Support System (DSS)

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini perkembangan teknologi informasi sudah sedemikian pesat. Perkembangan yang pesat tidak hanya teknologi perangkat keras dan perangkat lunak saja, tetapi metode komputasi juga ikut berkembang. Salah satu metode komputasi yang cukup berkembang saat ini adalah metode sistem pengambilan keputusan. Dalam teknologi informasi, sistem pengambilan keputusan merupakan cabang ilmu yang letaknya diantara sistem informasi dan sistem cerdas. Sistem pengambilan keputusan juga membutuhkan teknologi informasi, hal ini dikarenakan adanya era globalisasi, yang menuntut sebuah perusahaan untuk bergerak cepat dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan. Manajer  perusahan memiliki peranan penting dalam memilih berbagai macam alternatif keputusan sehingga tidak mengambil keputusan yang salah dalam pemecahan sebuah masalah.
Pembuatan keputusan merupakan fungsi utama seorang manajer atau administrator. Kegiatan pembuatan keputusan meliputi pengidentifikasian masalah, pencarian alternatif, penyelesaian masalah, evaluasi dari alternatif-alternatif tersebut dan pemilihan alternatif keputusan yang terbaik. Kemampuan seorang manajer dalam membuat keputusan dapat ditingkatkan apabila ia mengetahui dan menguasai teori dan teknik pembuatan keputusan. Dengan peningkatan kemampuan manajer dalam pembuatan keputusan diharapkan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang dibuatnya, dan hal ini tentu akan meningkatkan efisiensi kerja manajer yang bersangkutan.
Dalam pembuatan keputusan Herbet A. Simon membagi keputusan menjadi dua jenis yaitu keputusan terprogram dan keputusan tak terprogram. Keputusan terprogaram (programmed decision) bersifat repetitif dan rutin, dalam hal prosedur tertentu digunakan untuk menanganinya sehingga keputusan tersebut tidak perlu dianggap de novo (baru) setiap kali terjadi. Keputusan tidak terprogram (nonprogrammed decision) bersifat baru, tidak terstruktur dan penuh konsekuensi. Selain itu tidak terdapat metode yang pasti untuk menangani masalah seperti ini karena masalah tersebut tidak pernah muncul sebelumnya atau karena sifat dan strukturnya sulit dijelaskan dan kompleks, atau karena masalah tersebut demikian penting sehingga memerlukan penanganan khusus (Mcleod, 2009). Dalam penanganan keputusan tak terprogram ini manajer membutuhkan sistem pendukung kaputusan (DSS) atau berbagai macam informasi analitik penunjang pengambilan keputusan sehingga keputusan yang diambil manajer tidak berdampak negatif pada kegiatan perkembangan perusahaan.
Sistem pendukung keputusan atau decision support system (DSS) adalah sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi, pemodelan, dan pemanipulasian data yang digunakan untuk membantu pengambilan keputusan pada situasi semiterstruktur dan situasi yang tidak terstruktur dimana tak seorangpun tahu secara pasti bagaiana seharusnya keputusan seharusnya dibuat (Alter, 2002). Konsep DSS dikemukakan pertama kali oleh scott-Morton pada tahun 1971. Beliau mendefenisikan sebagai sistem berbasis komputer yang interaktif, yang membantu pengambil keputusan dengan menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan-persoalan tak terstruktur (McLeod, 2009).
DSS lebih ditujukan untuk mendukung manajemen dalam melakukan pekerjaan yang bersifat analitis, dalam situasi yang kurang terstruktur dan dengan kriteria yang kurang jelas. DSS tidak dimaksudkan mengotomasikan pengambilan keputusan, tetapi memberikan perangkat interaktif dan informasi penunjang yang memungkinkan pengambil keputusan dapat melakukan berbagai analisis dengan menggunakan model-model yang tersedia. Sehingga manajer bisa mengambil keputusan yang tepat dan benar dalam mencapai tujuan perusahaan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah yang dimaksud dengan Decision Support System (DSS) ?
2. Bagaimanakah perkembangan Decision Support System (DSS) ?
3. Bagaimanakah tipe-tipe Decision Support System (DSS) ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Decision Support System (DSS)
2. Untuk mengetahui perkembangan Decision Support System (DSS) ?
3. Untuk mengetahui tipe-tipe Decision Support System (DSS)

BAB II
KAJIAN TEORI

A. DECISION SUPPORT SYSTEM (DSS)
Konsep Decision Support Systempertama kali dinyatakan oleh Michael S. Scott Morton pada tahun 1970 dengan istilah “Management Decision System” (Sprague and Watson: 1993: 4) (Turban: 1995) (McLeod: 1995). Setelah pernyataan tersebut, beberapa perusahaan dan perguruan tinggi melakukan riset dan mengembangkan konsepDecision Support System. Pada dasarnya DSS dirancang untuk mendukung seluruh tahap pengambilan keputusan mulai dari mengidentifikasi masalah, memilih data yang relevan, menentukan pendekatan yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan, sampai mengevaluasi pemilihan alternatif.
Ada berbagai pendapatan mengenai DSS, antara lain disebutkan di bawah ini (Daihani: 2001: 54):.
1. Menurut Scott,DSS merupakan suatu sistem interaktif berbasis komputer, yang membantu pengambil keputusan melalui penggunaan data dan model-model keputusan untuk memecahkan masalah-masalah yang sifatnya semi terstruktur dan tidak terstruktur, yang intinya mempertinggi efektifitas pengambil keputusan.
2. Menurut Alavi and Napier,DSS merupakan suatu kumpulan prosedur pemrosesan data dan informasi yang berorientasi pada penggunaan model untuk menghasilkan berbagai jawaban yang dapat membantu manajemen dalam pengambilan keputusan. Sistem ini harus sederhana, mudah dan adaptif.
3. Menurut Little,DSSadalah suatu sistem informasi berbasis komputer yang menghasilkan berbagai alternatif keputusan untuk membantu manajemen dalam menangani berbagai permasalahan yang semi terstruktur ataupun tidak terstruktur dengan menggunakan data dan model.
4. Menurut Sparague and Carlson, DSS adalah sistem komputer yang bersifat mendukung dan bukan mengambil alih suatu pengambilan keputusan untuk masalah-masalah semi terstruktur dan tidak terstruktur dengan menggunakan data dan model.
5. Sedangkan menurut Al-Hamdany (2003: 519),DSS adalah sistem informasi interaktif yang mendukung proses pembuatan keputusan melalui presentasi informasi yang dirancang secara spesifik untuk pendekatan penyelesaian masalah dan kebutuhan-kebutuhan aplikasi para pembuat keputusan, serta tidak membuat keputusan untuk pengguna.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa DSS adalah suatu sistem informasi yang spesifik yang ditujukan untuk membantu manajemen dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan persoalan yang bersifat semi terstruktur secara efektif dan efisien, serta tidak menggantikan fungsi pengambil keputusan dalam membuat keputusan.
Pendekatan yang paling sering dilakukan dalam proses perancangan pada sebuah DSS adalah dengan menggunakan teknik simulasi yang interaktif, sehingga selain dapat menarik minat manajer untuk menggunakannya, diharapkan system ini dapat merepresentasikan keadaan dunia nyata atau bisnis yang sebenarnya. Hal yang perlu ditekankan adalah bahwa keberadaan DSS bukan untuk menggantikan tugas-tugas manajer, tetapi untuk menjadi sarana (tools) bagi mereka.
DSS sebenarnya merupakan implementasi teori-teori pengambilan keputusan yang telah diperkenalkan oleh ilmu-ilmu seperti “Operation Research” dan “Management Science” , hanya bedanya adalah bahwa jika dahulu untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi harus dilakukan perhitungan iterasi secara manual, maka saat ini komputer PC telah menawarkan kemampuannya untuk menyelesaikan persoalan yang sama dalam waktu relative singkat.
Suatu DSS yang dirancang dengan benar adalah suatu system berbasis perangkat lunak interaktif yang dimaksudkan untuk membantu para pengambil keputusan mengkompilasi informasi yang berguna dari data mentah, dokumen, pengetahuan pribadi, dan/atau model bisnis untuk mengidentifikasikan dan memecahkan berbagai masalah dan mengambil keputusan. System pendukung keputusan atau DSS digunakan untuk mengumpulkan data, menganalisa dan membentuk data yang dikoleksi, dan mengambil keputusan yang benar atau membangun strategi dari analisis, tidak pengaruh terhadap computer, basis data atau manusia penggunanya.
Informasi yang biasanya dikumpulkan dengan menggunakan aplikasi pendukung keputusan akan melakukan:
1. Mengakses semua asset informasi terkini, termasuk data legasi dan relasional, kompulan data, gudang data, dan kumpulan jumlah besar data.
2. Angka-angka penjualan antara satu periode dengan periode lainnya.
3. Angka-angka pendapatan yang diperkirakan, berdasarkan pada asumsi penjualan produk baru.
4. Konsekuensi pilihan-pilihan pengambilan keputusan yang berbeda, dengan pengalaman dalam suatu konteks yang dirinci ulang.
Sudah begitu banyak perusahaan di berbagai industri yang bergantung pada perangkat, teknik dan pemodelan pendukung keputusan, untuk membantu mereka menganalisa dan memecahkan beragam pertanyaan bisnis sehari-hari. System pendukung keputusan bersifat tergantung oleh data, sebagaimana keseluruhan proses mengambil seluruh kumpulan data yang tersedia, untuk dianalisa. Perangkat-perangkat, proses, dan metodologi pelaporan berbasis Business Intelligence adalah contoh penggunaan penting dalam system pendukung keputusan manapun, dan memberikan analisis data, pelaporan serta monitoring data yang sangat terpercaya kepada pengguna.
Persyaratan yang biasa dimiliki dalam penerapan Sistem Pendukung Keputusan Tingkat Tinggi:
1. Pengumpulan data dari beragam sumber (data penjualan, data inventori, data supplier, data riset pasar, dsb).
2. Penformatan dan penggunaan data.
3. Lokasi database yang sesuai serta pembangunan format untuk pembuatan laporan dan Perangkat dan aplikasi yang serba bisa dan mampu memberikan pelaporan, monitoring dan analisa terhadap data.
Karakteristik dan Kemampuan DSS atau Decision Support System
Berikut ini akan dibahas mengenai karakteristik dan kemampuan kinerja dari DSS atau Decision Support System, antara lain yaitu :
1.      DSS menyediakan dukungan bagi pengambil keputusan utamanya pada situasi semi-terstruktur dan tak terstruktur dengan memadukan pertimbangan manusia dan informasi terkomputerisasi.
2.      Dukungan disediakan untuk berbagai level manajerial yang berbeda, mulai dari pimpinan puncak sampai manajer lapangan.
3.      Dukungan disediakan bagi individu dan juga bagi grup. Berbagai masalah organisasional melibatkan pengambilan keputusan dari orang dalam grup. Untuk masalah yang strukturnya lebih sedikit seringkali hanya membutuhkan keterlibatan beberapa individu dari departemen dan level organisasi yang berbeda.
4.      DSS menyediakan dukungan ke berbagai keputusan yang berurutan atau saling berkaitan.
5.      DSS mendukung berbagai fase proses pengambilan keputusan: intelligence, design, choice dan implementation.
6.      DSS mendukung berbagai proses pengambilan keputusan dan style yang berbeda-beda; ada kesesuaian diantara DSS dan atribut pengambil keputusan individu (contohnya vocabulary dan style keputusan).
7.      DSS selalu bisa beradaptasi sepanjang masa. Pengambil keputusan harus reaktif, mampu mengatasi perubahan kondisi secepatnya dan beradaptasi untuk membuat DSS selalu bisa menangani perubahan ini. DSS adalah fleksibel, sehingga user dapat menambahkan, menghapus, mengkombinasikan, mengubah, atau mengatur kembali elemen-elemen dasar (menyediakan respon cepat pada situasi yang tak diharapkan). Kemampuan ini memberikan analisis yang tepat waktu dan cepat setiap saat.
8.      DSS mencoba untuk meningkatkan efektivitas dari pengambilan keputusan (akurasi, jangka waktu, kualitas), lebih daripada efisiensi yang bisa diperoleh (biaya membuat keputusan, termasuk biaya penggunaan komputer).
9.      Pengguna harus mampu menyusun sendiri sistem yang sederhana. Sistem yang lebih besar dapat dibangun dalam organisasi pengguna tadi dengan melibatkan sedikit saja bantuan dari spesialis di bidang Information Systems (IS).
10.  DSS biasanya mendayagunakan berbagai model (standar atau sesuai keinginan user) dalam menganalisis berbagai keputusan. Kemampuan pemodelan ini menjadikan percobaan yang dilakukan dapat dilakukan pada berbagai konfigurasi yang berbeda. berbagai percobaan tersebut lebih lanjut akan memberikan pandangan dan pembelajaran baru.
BAB III
PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN DECISION SUPPORT SYSTEM (DSS)
Sistem pendukung keputusan berkembang di awal era komputasi terdistribusi. Sejarah sistem seperti dimulai pada sekitar 1965 dan penting untuk memulai meresmikan catatan, orang ide-ide, sistem dan teknologi yang terlibat dalam bidang yang penting dari teknologi informasi diterapkan. Hari ini masih mungkin untuk merekonstruksi sejarah Sistem Pendukung Keputusan dari tangan pertama rekening dan bahan-bahan yang tidak dipublikasikan serta artikel diterbitkan.
Beberapa seksi selanjutnya bergerak dari sekitar 1965 sampai pertengahan 1990-an. Benang DSS terkait dengan model berorientasi DSS, sistem pakar, analisis multidimensi, alat query dan pelaporan, OLAP, Business Intelligence, DSS Group, dan Sistem Informasi Eksekutif ditelusuri dan terjalin saat mereka muncul untuk berkumpul dan menyimpang selama bertahun-tahun. Sebelum 1965, itu sangat mahal untuk membangun skala besar sistem informasi. Pada sekitar waktu ini, pengembangan dari IBM System 360 dan sistem mainframe lebih kuat membuatnya lebih praktis dan hemat biaya untuk mengembangkan. Pada akhir 1960-an, jenis baru dari sistem informasi menjadi praktis - Model berorientasi DSS atau sistem manajemen keputusan.
Pengembangan DSS berawal pada akhir tahun 1960-an dengan adanya pengguna computer secara time-sharing (berdasarkan pembagian waktu). Pada mulanya seseorang dapat berinteraksi langsung dengan computer tanpa harus melalui spesialis informasi. Timesharing membuka peluang baru dalam penggunaan computer. Tidak sampai tahun 1971, ditemukan istilah DSS, G Anthony Gorry dan Michael S. Scott Morton yang keduanya frofesor MIT, bersama-sama menulis artikel dalam jurnal yang berjudul “A Framework for Management Information System” mereka merasakan perlunya ada kerangka untuk menyalurkan aplikasi computer terhadap pembuatan keputusan manajemen. Gorry dan Scott Morton mendasarkan kerangka kerjanya pada jenis keputusan menurut Simon dan tingkat manajemen dari Robert N. Anthony. Anthony menggunakan istilah Strategic palnning, managemen control danoperational control (perencanaan strategis, control manajemen, dan control manajemen).
DSS yang saat ini populer untuk digunakan adalah yang berbasis tabel atau spreadsheets, karena para manajer sudah terbiasa membaca data dengan cara tersebut. Tabel inilah yang menjadi media manajer dalam “mengkutak-katik” (mengganti atau merubah) variabel yang ada, di mana hasilnya akan ditampilkan dalam format grafik yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk keperluan ini, biasanya sebuah stand-alone PC sudah cukup untuk mengimplementasikannya. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, telah banyak ditawarkan aplikasi DSS yang bekerja dalam infrastruktur jaringan (LAN, WAN, Intranet, Internet, dsb.). Beberapa manajer pengambil keputusan dihubungkan satu dengan lainnya melalui jaringan komputer, sehingga dapat saling mempertukarkan data dan informasi untuk keperluan pengambilan keputusan. Bahkan sudah ada DSS yang diperlengkapi dengan expert system (dibuat berdasarkan teori kecerdasan buatan = artifial intelligence), sehingga keputusan bisnis secara langsung dapat dilakukan oleh komputer, tanpa campur tangan manusia.
B. MODEL-MODEL DECISION SUPPORT SYSTEM (DSS)
Penting untuk dicatat bahwa DSS tidak memiliki suatu model tertentu yang diterima atau dipakai di seluruh dunia. Banyak teori DSS yang diimplementasikan, sehingga terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan DSS.
1. DSS model pasif adalah model DSS yang hanya mengumpulkan data dan mengorganisirnya dengan efektif, biasanya tidak memberikan suatu keputusan yang khusus, dan hanya menampilkan datanya. Suatu DSS aktif pada kenyataannya benar-benar memproses data dan secara eksplisit menunjukkan beragam solusi berdasarkan pada data tersebut.
2. DSS model aktif sebaliknya memproses data dan secara eksplisit menunjukkan solusi berdasarkan pada data yang diperoleh, walau harus diingat bahwa intervensi manusia terhadap data tidak dapat dipungkiri lagi. Misalnya, data yang kotor atau data sampah, pasti akan menghasilkan keluaran yang kotor juga (garbage in garbage out).
3. Suatu DSS bersifat kooperatif jika data dikumpulkan, dianalisa dan lalu diberikan kepada manusia yang menolong system untuk merevisi atau memperbaikinya.
4. Model Driven DSS adalah tipe DSS dimana para pengambil keputusan menggunakan simulasi statistik atau model-model keuangan untuk menghasilkan suatu solusi atau strategi tanpa harus intensif mengumpulkan data.
5. Communication Driven DSS adalah suatu tipe DSS yang banyak digabungkan dengan metode atua aplikasi lain, untuk menghasilkan serangkaian keputusan, solusi atau strategi.
6. Data Driven DSS menekankan pada pengumpulan data yang kemudian dimanipulasi agar sesuai dengan kebutuhan pengambil keputusan, dapat berupa data internal atua eksternal dan memiliki beragam format. Sangat penting bahwa data dikumpulkan serta digolongkan secara sekuensial, contohnya data penjualan harian, anggaran operasional dari satu periode ke periode lainnya, inventori pada tahun sebelumnya, dsb.
7. Document Driven DSS menggunakan beragam dokumen dalam bermacam bentuk seperti dokumen teks, excel, dan rekaman basis data, untuk menghasilkan keputusan serta strategi dari manipulasi data.
8. Knowledge Driven DSS adalah tipe DSS yang menggunakan aturan-aturan tertentu yang disimpan dalam komputer, yang digunakan manusia untuk menentukan apakah keputusan harus diambil. Misalnya, batasan berhenti pada perdagangan bursa adalah suatu model knowledge driven DSS.
C. MANFAAT PENGGUNAAN APLIKASI TERAPAN DECISION SUPPORT SYSTEM (DSS)
1. Mempermudah dilakukannya analisa terhadap data master dan juga data transaksi perusahaan untuk kemudian menghasilkan berbagai laporan yang akan mendukung proses pengambilan keputusan oleh pihak manajemen perusahaan.
2. Memberikan tampilan yang lebih enak dilihat dan lebih professional yang disesuaikan dengan kultur serta bidang bisnis perusahaan yang menggunakan aplikasi ini.
3. Memberikan informasi terkini terhadap pergerakan angka-angka dalam perusahaan, atau bahkan bersifat real-time. Contohnya dalam hal ini; adalah pergerakan angka penjualan tiket pesawat setiap harinya, atau pergerakan angka kedatangan dan keberangkatan pesawat dari seluruh bandara di Indonesia (hasil kegiatan operasional perusahaan).
D. PENERAPAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT SYSTEM/DSS)      DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ORGANISASI
Pada dasarnya dua pengguna informasi dari DSS oleh manajer, yaitu untuk mendefinisikan masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pendefinisian masalah adalah usaha definisi dari pendekatan system. Selanjutnya manjer menggunakan informasi untuk memecahkan masalah yang telah diidentifikasi. Hal ini merupakan usaha pemecahan menurut poendekatan sistim dan berkaitan denga fase disain dan pemilihan. Pada umumnya, lapaoran berkala dan khusus digunakan terutama dalam usaha definisi, dan simulasi dalam usaha pemecahan Laporan berkala dapat di rancang untuk menidentifikasi masalah atau masalah yang kemungkinan besar akan muncul, manjer juga melakukan query terhadap database untuk menemukan masalah atau mempelajari lebih jauh lagi mengenai masalah yang telah diidentifikasi. Simulasi dapat juga membuka masalah yang tersembunyi, karna kelemahan cenderung akan kelihatan menonjol ketika operasi perusahaan diubah secara matematis.
Istilah sistem pendukung pengambilan keputusan (Decisoin Support System –DSS) telah digunakan untuk mendeskripsikan sistem yang didesain untuk membantu manajer memecahkan masalah tertentu. Penekannya teletak pada kata “membantu”. DSS tidak pernah ditujukan untuk menyelesaikan masalah tanpa bantuan dari manajer. Ide dasarnya adalah agar manajer dan komputer dapat bekerja sama untuk memecahkan masalah tersebut. Jenis masalah yang dapat diselesaikan adalah masalah yang semiterstruktur. Komputer dapat menyelesaikan bagian yang terstruktur. Dan manajer dapat menyelesaikan bagian yang tidak terstruktur.
Sejak tahun 1971, DSS telah menjadi jenis sistem infomasi yang paling sukses dan kini menjadi aplikasi komputer untuk pemecahan masalah yang paling produktif. DSS lebih ditujukan untuk mendukung manajemen dalam melakukan pekerjaan yang bersifat analitis, dalam situasi yang kurang terstruktur dan dengan kriteria yang kurang jelas. DSS tidak dimaksudkan mengotomasikan pengambilan keputusan, tetapi memberikan perangkat interaktif  yang memungkinkan pengambil keputusan dapat melakukan berbagai analisis dengan menggunakan model-model yang tersedia.






BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Dalam kehidupan kita dimasa mendatang, sektor teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan sektor yang paling dominan. Siapa saja yang menguasai teknologi ini, maka dia akan menjadi pemimpin dalam dunianya. Perkembangan teknologi informasi Indonesia sangat dipengaruhi oleh kemampuan sumber daya manusia dalam memahami komponen teknologi informasi.
Decision Support System (DSS) adalah suatu sistem yang ditujukan untuk mendukung manajemen pengambilan keputusan. DSS merupakan sistem berbasis model yang terdiri dari prosedur-prosedur dalam pemrosesan data dan pertimbangannya untuk membantu manajer dalam mengambil keputusan. Agar berhasil mencapai tujuannya maka sistem tersebut harus:
1. Sederhana
2. Mudah untuk dikontrol;
3. Mudah beradaptasi;
4. Lengkap pada hal-hal penting;
5. Mudah berkomunikasi dengannya.
Secara implisit juga berarti bahwa sistem ini harus berbasis komputer dan digunakan sebagai tambahan dari kemampuan penyelesaian masalah.



Sunday 8 July 2018

Sebuah Curhat : Efek Samping Pembangunan


Seperti judulnya, ini bukan tulisan ilmiah, tapi sifatnya lebih ke curhat. Curhat yang ada bahasa kritik didalamnya. Ketika ada orang yang mengkritik kebijakan ataupun jalannya sebuah pemerintahan tolong jangan langsung dianggap sebagai kelompok 'Tagar' trtentu. Sebuah kritik merupakan suplemen dan ungkapan kasih sayang dari warga yang ingin bangsa ini terus bergerak kedepan.

Foto diatas merupakan ilustrasi pemandangan kontras yang (menurut saya) menjadi representasi kondisi Indonesia masa kini. Mengapa demikian ? dibalik hiruk-pikuk pembangunan yang di gembar-gemborkan pemerintahan saat ini, ternyata banyak juga beberapa efek samping yang tidak bisa dianggap sepele. Pembangunan di Indonesia saat ini seperti yang diketahui berfokus pada infrastruktur dimana jalan tol dan bandara menjadi  fokus utama pembangunan. Memang benar bahwa pembangunan ini di indikasikan untuk dapat mempercepat arus barang dan jasa sehingga laju pertumbuhan ekonomi semakin meningkat. Tapi, semenjak tulisan ini berjudul "efek samping" maka mari kita telaah lebih lanjut mengenai efek sampingnya.

Pertama, tingginya pembangunan infrastruktur di Indonesia sekarang tidak seimbang dengan penyerapan tenaga kerja. Bahkan saya melihat justru ada penurunan. Pembangunan Infrastruktur yang dalam bayangan masa lalu mampu menarik banyak tenaga kerja, sehingga mendorong peningkatkan perekonomian nasional ternyata tidak berlaku sekarang. Mungkin pada zaman penjajahan Belanda ataupun jepang dulu ketika ada pembangunan jalan, terbuka kesempatan kerja bagi warga dengan mengangkat batu, pasir dan lain-lain. Sekarang, ketika dibangun infrastruktur, coba saja kita lihat, kebanyakan proyek orangnya sedikit yang kerja dan banyak di dominasi oleh peran mesin. Komponennya pun juga sudah jadi, yang hanya tinggal pasang-pasang saja. Kalaupun dalam suatu proyek banyak tenaga kerja yang dibutuhkan, proyek tersebut lebih mengutamakan menggunakan tenaga kerja asing yang mayoritas berasal dari negara "you know where".

Kedua, utang negara yang semakin bertambah. Infrastruktur memang harus dibangun dan rasanya tidak ada lagi yang harus dipedebatkan soal itu. Namun pembangunan infrastruktur yang dibangun harus sesuai dengan jumlah uang yang kita punya. Sederhananya kata ayah saya, "kalau uang untuk makan hanya cukup untuk beli ikan teri, jangan paksa beli ikan cakalang". Begitu juga dengan negara. Infrastruktur perlu dibangun, tapi tidak bisa dilakukan sekaligus. Apalagi harus murni menggunakan dana yang bersumber dari APBN, tanpa melibatkan swasta. Artinya perlu prioritas, kalau memang uangnya banyak ya mari kita bangun banyak. Kalau tidak ada, jangan dipaksakan sampai hutang sana-sini. Ingat, yang namanya hutang, sebagaimana menggiurkan pun akan ada masa dimana utang tersebut akan menjadi bumerang bagi kita, dan bangsa ini sudah pernah merasakan efek dahsyatnya di masa lampau.

Ketiga, saya rasa ada benarnya jika pembangunan yang ada saat ini hanya dinikmati oleh kalangan atas saja. Lihat saja jalan tol  yang ada, hitung saja berapa banyak truk yang mengangkut logistik dan bandingkan dengan mobil-mobil pribadi yang ada. Yang lebih lucu lagi adalah kasus bandara. Pemerintah menggusur lahan pertanian yang ada demi membangun bandara-bandara megah dengan standar internasional namun sampai saat ini masih terus gencar melakukan impor beras dari negara-negara tetangga. Imbasnya ya lagi-lagi rakyat kecil yang terhimpit dan menjerit.
Apapun itu sebagai anak bangsa saya masih optimis dengan masa masa depan bangsa ini. Pun demikian saya masih optimis dengan pemerintahan saat ini. Optimisme untuk meraih target yang ingin dicapai memang sangat penting dan bahkan menjadi sebuah keharusan. Tapi dalam mengembangkan sikap optimisme harus juga melihat efek apa yang ditimbulkan dari semua sektor yang memungkinkan.

Akhirnya, sampai saat dimana saya bingung memilih kata dan kalimat yang menjadi penutup keren dalam tulisan ini. Tapi lebih dari itu, dan yang paling penting semoga apa yang ditulis bisa bermanfaat bagi yang bersedia mampir membacanya.

Saran, kritik, bahkan hujatan saya terima demi kemajuan saya kedepannya

Udah gitu aja
*by Juniar Wibisana Suwignya S.Ap (gelarnya belum loading 100%)

Saturday 27 May 2017

Contoh Makalah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)



BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Undang-undang Kepegawaian Nomor 43 Tahun 1999, Pegawai Negeri Sipil (PNS) selaku aparatur pemerintah memiliki kewajiban untuk bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional. Selaku pelayan masyarakat, PNS harus memberikan pelayanan yang terbaik atau prima kepada penerima pelayanan tanpa pandang bulu. Jadi PNS berkewajiban memberikan pelayanan atau melayani, bukan minta dilayani. Dari dasar inilah penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu sangat dibutuhkan.
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan jasa perizinan dan non-perizinan, yang proses pengelolaannya di mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap penerbitan ijin dokumen, dilakukan secara terpadu dalam satu tempat.
Pelayanan perizinan dengan sistem terpadu satu pintu (one stop service) ini membuat waktu pembuatan izin menjadi lebih singkat. Pasalnya, dengan pengurusan administrasi berbasis teknologi informasi, input data cukup dilakukan sekali dan administrasi bisa dilakukan simultan.
Dengan adanya kelembagaan pelayanan terpadu satu pintu, seluruh perizinan dan nonperizinan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dapat terlayani dalam satu lembaga. Harapan yang ingin dicapai adalah mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil, dan menengah.
Tujuannya adalah meningkatkan kualitas layanan publik. Oleh karena itu, diharapkan terwujud pelayanan publik yang cepat murah, mudah, transparan, pasti, dan terjangkau, di samping untuk meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
B. RUMUSAN MASALAH
1.    Apa yang dimaksud dengan pelayanan terpadu satu pintu ?
2.    Apa saja asas-asas penyelenggaraan pelayanan public satu pintu ?
3.    Bagaimana kebijakan PTSP jika didasarkan pada pendekatan system ?
4.    Apa saja kendala dalam pembentukan PTSP ?
C. TUJUAN PENULISAN
1.    Menjelaskan yang dimaksud dengan pelayanan terpadu satu pintu
2.    Menjabarkan dan menjelaskan asas-asas pelayanan public satu pintu
3.    Menjelaskan kebijakan PTSP jika didasarkan pada pendekatan system.
4.    Menggambarkan kendala dalam pembentukan PTSP.



BAB II
KAJIAN TEORI
A. PELAYANAN
Secara etimologis, pelayanan ialah ”usaha melayani kebutuhan orang lain”. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki.
Pengertian lebih luas disampaikan Daviddow dan Uttal (Sutopo dan Suryanto, 2003:9) bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan.
Pelayanan publik yang dimaksud dalam Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 (Menpan, 2003:2) adalah ”segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Sejalan dengan Rancangan Undang Undang Pelayanan Publik (Republik Indonesia, 2007:2) memaknai bahwa ”pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.”
B. PUBLIK
Publik pada dasarnya berasal dari bahasa Inggris “public” yang berarti umum, rakyat umum, orang banyak dan rakyat. Nampaknya kata “publik” diterjemahkan oleh beberapa kalangan berbeda- beda sebagaimana kepentingan mereka. Berikut beberapa defenisi menurut para ahli
Syafie dkk, ,mengatakan bahwa pubik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.
H. George Fredrickson, menjelaskan konsep “public” dalam lima perspektIf, yaitu (1) public sebagai kelompok kepentingan, yaitu public dilihat sebagai manifestasi dari interaksi kelompok yang melahirkan kepentingan masyarakat, (2) public sebagai pemilih yang rasional, yaitu masyarakat terdiri atas individu- individu yang berusaha memenuhi kebutuhan dan kepentingan sendiri, (3) public sebagai perwakilan kepentingan masyarakat, yaitu kepentingan public diwakili melalui suara (4) public sebagai konsumen, yaitu konsumen sebenarnya tidak terdiri dari individu-individu yang tidak berhubungan satu sama lain, namun dalam jumlah yang cukup besar mereka menimbulkan tuntutan pelayanan birokrasi. Karena itu posisinya dianggap juga dianggap sebagai public, dan (5) public sebagai warga Negara dalam seluruh proses penyelenggaraan  pemerintahan dipandang sebagai sesuatu yang paling penting.

C. PELAYANAN PUBLIK
Pelayanan public menurut Sinambela adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
Agung Kurniawan mengatakan pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Jadi, Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyaikepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dantata cara yang telah ditetapkan.







BAB III
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) adalah kegiatan penyelenggaraan jasa perizinan dan non-perizinan, yang proses pengelolaannya di mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap penerbitan ijin dokumen, dilakukan secara terpadu dalam satu tempat.
Dengan konsep ini, pemohon cukup datang ke satu tempat dan bertemu dengan petugas front office saja. Hal ini dapat meminimalisasikan interaksi antara pemohon dengan petugas perizinan dan menghindari pungutan-pungutan tidak resmi yang seringkali terjadi dalam proses pelayanan.
Pembentukan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) pada dasarnya ditujukan untuk menyederhanakan birokrasi pelayanan perizinan dan non-perizinan dalam bentuk :
1.    Mempercepat waktu pelayanan dengan mengurangi tahapan-tahapan dalam pelayanan yang kurang penting. Koordinasi yang lebih baik juga akan sangat berpengaruh terhadap percepatan layanan perizinan.
2.    Menekan biaya pelayanan izin usaha, selain pengurangan tahapan, pengurangan biaya juga dapat dilakukan dengan membuat prosedur pelayanan serta biaya resmi menjadi lebih transparan.
3.    Menyederhanakan persyaratan izin usaha industri, dengan mengembangkan sistem pelayanan paralel dan akan ditemukan persyaratan-persyaratan yang tumpang tindih, sehingga dapat dilakukan penyederhanaan persyaratan. Hal ini juga berdampak langsung terhadap pengurangan biaya dan waktu.
Pelayanan perizinan dengan sistem terpadu satu pintu (one stop service) ini membuat waktu pembuatan izin menjadi lebih singkat. Pasalnya, dengan pengurusan administrasi berbasis teknologi informasi, input data cukup dilakukan sekali dan administrasi bisa dilakukan simultan.
Dengan adanya kelembagaan pelayanan terpadu satu pintu, seluruh perizinan dan nonperizinan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dapat terlayani dalam satu lembaga. Harapan yang ingin dicapai adalah mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil, dan menengah.
Tujuannya adalah meningkatkan kualitas layanan publik. Oleh karena itu, diharapkan terwujud pelayanan publik yang cepat murah, mudah, transparan, pasti, dan terjangkau, di samping untuk meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
Bentuk pelayanan terpadu ini bisa berbentuk kantor, dinas, ataupun badan. Dalam penyelenggaraannya, bupati/wali kota wajib melakukan penyederhanaan layanan meliputi :
1.    pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan oleh Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP);
2.    percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah;
3.    kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah;
4.    kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses pemberian perizinan dan non perizinan sesuai dengan urutan prosedurnya;
5.    mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk dua atau Lebih permohonan perizinan;
6.    pembebasan biaya perizinan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin memulai usaha baru sesuai dengan peraturan yang berlaku; dan
7.    pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan Lingkup tugas PPTSP meliputi pemberian pelayanan atas semua hentuk pelayanan perizinan dan non perizinan yang menjadi kewenangan Kabupaten / Kota.
            Selain itu PPTSP mengeiola administrasi perizinan dan non perizinan dengan mengacu pada prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan kearnanan berkas. Dalam pengertian sempit, pelayanan terpadu dapat berarti sebagai satu instansi pemerintah yang memiliki semua otoritas yang diperlukan untuk memberi pelbagai perizinan (licenses, permits, approvals dan clearances).
            Tanpa otoritas yang mampu menangani semua urusan tersebut instansi pemerintah tidak dapat mengatur pelbagai pengaturan selama proses. Oleh sebab itu, dalam hal ini instansi tersebut tidak dapat menyediakan semua bentuk perizinan yang diperlukan dalam berbagai tingkat administrasi, sehingga harus bergantung pada otoritas lain.

B. ASAS PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK SATU PINTU
Asas dalam penyelenggaraan pelayanan publik satu pintu yaitu :
1.    Transparan, yaitu bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti oleh usaha jasa.
2.    Akuntabel, yaitu dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.    Partisipatif, yaitu mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.Salah satu contoh dengan menggunakan jasa urus perijinan yang resmi
4.    Kesamaan hak, yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.Dan juga warga yang ingin memiliki surat ijin membangun bangunan
5.    Efisien, yaitu proses pelayanan perizinan pariwisata hanya melibatkan tahap-tahap yang penting dan melibatkan personil yang telah di tetapkan.
6.    Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban, yaitu pemberi dan penerima pelayanan perizinan harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
7.    Profesional, pemprosesan perizinan melibatkan keahlian yang diperlukan, baik untuk validasi administratif, verifikasi lapangan, pengukuran dan penilaian kelayakan, yang masing-masing prosesnya dilaksanakan berdasarkan tata urutan dan prosedur yang telah ditetapkan

C. KEBIJAKAN PTSP BERDASARKAN PENDEKATAN SISTEM
Bagaimana seharusnya kebijakan pelayanan terpadu satu pintu dilaksanakan? Di bawah ini akan diuraikan mulai dari pembentukan, pelaksanaan, dan monitoring/evaluasi kebijakan pelayanan terpadu satu pintu berdasarkan pada pendekatan sistem. Sebelum sampai pada bagaimana membentuk pelayanan terpadu satu pintu, kiranya ada baiknya terlebih dahulu ditinjau mengenai sifat dari pelayanan terpadu itu sendiri yang dalam gambar 1 terdapat dalam kotak identifikasi sistem, sehingga memudahkan untuk melangkah ke jenjang selanjutnya yaitu pemodelan sistem.
1.    Pembentukan
Dalam pelayanan umum dikenal adanya (1) model pelayanan pembagian dan (2) model pelayanan terpadu. Model pertama adalah model pembagian ditandai dengan pelayanan yang diberikan oleh masing-masing sektor/dinas sesuai kewenangannya. Dengan model ini masyarakat aktif mendatangi instansi yang berwenang. Apabila diperlukan beberapa izin untuk melakukan kegiatan penanaman modal, maka masyarakat mendatangi satu persatu instansi yang bersangkutan. Model pembagian ini merupakan model lama yang dijalankan di instansi pemerintah.
Model kedua adalah model pelayanan terpadu. Model ini mulai diterapkan di beberapa daerah. Secara umum model ini diterapkan melalui pembentukan unit palayanan satu atap/pintu sebagai satu unit tersendiri dengan mengambil alih beban kerja pelayanan umum instansi sektoralnya, mulai dari pekerjaan administratif sampai dengan pemeriksaan substantif permohonan izin.
Pada kedua model pelayanan tersebut terdapat kebaikan dan keburukan. Pada model pelayanan pembagian, pelayanan cenderung tertutup dan kurang transparan. Pada model ini masyarakat sulit memantau proses permohonan izin, biasanya tidak ada standar baku mengenai lamanya waktu pelayanan dan biayanya. Model ini kondusif bagi praktek kolusi dan korupsi. Kebaikan model ini adalah instansi pemberi izin tidak perlu berkoordinasi atau mempertimbangan instansi terkait yang lain dalam memberikan izin. Apabila aparat di dalamnya berorientasi pada pelayanan prima maka pelayanan dapat diberikan dengan cepat.
Pada model terpadu, pelaksanaannya seringkali ditentang oleh instansi yang berwenang memberikan izin. Di Indonesia seringkali suatu pekerjaan dianggap sebagai tambahan penghasilan bagi aparat yang mengerjakannya. Dengan asumsi itu, apabila pekerjaan pemberian izin dialihkan unit kerja terpadu maka aparat yang bersangkutan merasa penghasilannya beralih juga. Pola terpadu ini cenderung transparan.
Kebaikan dari model ini kemudahan bagi masyarakat dalam mengurus izin. Disamping melayani perizinan, model pelayanan terpadu dapat dijadikan sebagai sarana bagi pemerintah daerah untuk memberikan semua informasi yang dibutuhkan masyarakat. Melalui pelayanan terpadu dengan seluruh kelengkapannya, pengurusan perizinan usaha akan menjadi mudah dan murah yang membuat pelaku usaha terhindar dari biaya ekonomi tinggi dan waktu yang lama yang biasanya terjadi pada saat proses pengurusan izin.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui latar belakang pembentukan pelayanan terpadu sehingga kita dapat mengetahui filosofi dan latar belakang mengapa lembaga pelayanan itu dibentuk. Namun demikian, saat ini bukan waktunya untuk memilih. Pelayanan satu pintu penanaman modal berdasarkan peraturan perundang-undangan merupakan keharusan. Yang harus dipikirkan adalah bagaimana memaksimalkan kinerja lembaga itu, bagi yang telah terbentuk dan membentuknya bagi yang belum membentuk.
Untuk membentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu perlu juga diperhatikan Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal. Pasal 41 dan pasal 42 Perpres tersebut menyebutkan:
Pasal 41
(1) Dalam pelaksanaan pelayanan penanaman modal terpadu satu pintu, di lingkungan BKPM ditempatkan perwakilan secara langsung dari sektor dan daerah terkait dengan Pejabat yang mempunyai kompetensi dan kewenangan.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak atas nama dan/atau mewakili dan/atau menjadi penghubung dari instansi sektor dan Pemerintah Daerah masing-masing.
(3) Pembinaan kepegawaian Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh dan menjadi kewenangan instansi sektor dan Pemerintah Daerah masing-masing sebagai instansi induknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 42
Pejabat sebagai perwakilan secara langsung dari sektor dan daerah terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dalam melaksanakan pelayanan penanaman modal terpadu satu pintu dapat sehari-hari bertugas di lingkungan BKPM atau sewaktu-waktu apabila diperlukan sesuai dengan kebutuhan.
Sejalan dengan ketentuan Peraturan Presiden tersebut, di tingkat pusat pelayanan terpadu satu pintu dilaksanakan oleh BKPM dengan melibatkan sektor dan pemerintah daerah. Namun, daerah tidak harus mengikuti pola pelayanan yang ada di tingkat pusat. Sebagian daerah saat ini telah membentuk Kantor Pelayanan Teknis yang merupakan satuan kerja pemerintah tersendiri. Dengan keberadaan SKPD (satuan kerja perangkat daerah)  ini risiko penolakan dari sektor terkait sebab sektor akan merasa kewenangannya tidak diambil oleh sektor lain. Sebaliknya apabila lembaga pelayanan ditempelkan pada SKPMD yang telah ada (misalnya BKPMD) maka sektor-sektor akan merasa kewenangannya diambil oleh sektor lain. Kehilangan kewenangan masih dianggap sebagai hal yang tidak boleh terjadi oleh sebagian aparat pemerintah.
2.    Pelaksanaan      
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu terutama bagi pemerintah daerah adalah ketersediaan segala sarana yang mendukung baik perangkat lunak maupun perangkat keras yang meliputi:
Peraturan di daerah mengenai daftar usaha yang tertutup dan terbuka bagi penanaman modal. Peraturan ini penting karena pertama sebagai pedoman bagi aparat pemda dalam memberikan izin bagi usaha yang akan dijalankan untuk dapat membuat perda ini penyusun perda hendaknya mengacu pada Perpres 76 dan Perpres 77 karena dalam perpres tersebut diatur mengenai kriteria dan persyaratan penyusunan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal dan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal;
Peraturan di daerah mengenai penataan ruang. Peraturan tata ruang akan menjadi pegangan bagi aparat pemda dalam mempertimbangkan pemberian izin mengenai lokasi-lokasi yang dapat diberikan untuk kegiatan penanaman modal;
Peraturan di daerah mengenai lingkungan hidup dan kesehatan. Peraturan daerah mengenai lingkungan hidup dapat berguna sebagai alat pengaman dalam pemberian izin penanaman modal. Maksudnya, apabila terdapat kegiatan permohonan izin kegiatan penanaman modal berpotensi mengganggu fungsi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat, maka izin itu harus ditolak. Setiap daerah memang diharapkan bisa mendatangkan modal ke wilayahnynya sebanyak-banyaknya. Namun, apabila kegiatan dalam penanaman modal tersebut membawa kerugian yang lebih besar, dalam hal ini kerusakan lingkungan hidup, maka permohonannya tetap harus ditolak dengan dasar peraturan daerah lingkungan hidup.
Peraturan yang mengatur mengenai kedudukan tugas, fungsi kewenangan dan tata kerja unit pelayanan terpadu. Dengan peraturan ini terdadapat acuan yang tegas mengenai keberadaan dari lembaga pelayanan dimaksud.
Teknologi informasi dan komunikasi sangat penting dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas unit pelayanan terpadu. Teknologi lebih memungkinkan terciptanya asas, prinsip, dan pemenuhan standar pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/Kep/M.Pan/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Tidak boleh diremehkan adalah peran sumber daya manusia pendukung lembaga pelayanan terpadu. SDM merupakan ujung tombak dan etalase pelayanan. Image suatu organisasi pelayanan akan tergantung pada SDM-nya. Oleh karena itu SDM dalam lembaga ini harus mempunyai kompetensi yang memadai untuk melakukan tugas-tugas pelayanan. Untuk memacu komitmen dan semangat kerja, kepada SDM dapat diterapkan sistem reward and punishment. Punishment diberikan kepada SDM yang tidak mampu melaksanakan tugasnya, dan reward atau insentif diberikan kepada SDM yang menunjukkan pekerjaan yang memuaskan.

3.    Pemantauan dan evaluasi
Untuk memastikan pelaksanaan kebijakan PTSP sudah sesuai dengan yang direncanakan, maka diperlukan pemantauan dan pengawasan secara berjenjang dan berkesinambungan terhadap pelaksanaan pekerjaan serta melakukan evaluasi guna memperbaiki pelaksanaan pekerjaan. Ketentuan-ketentuan mengenai pengawasan, pemantauan dan evaluasi dalam Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 dapat digunakan sebagai acuan, misalnya:
Pengawasan terhadap proses penyelenggaraan PTSP dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.
Pengawasan atas penyelenggaraan PTSP dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan oleh Menteri Dalam Negeri dan Kepala Daerah sesuai dengan tingkat urusan pemerintahan masing-masing melalui mekanisme koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi.
Materi pengawasan yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Pemerintah Kabupaten/Kota didasarkan pada:
a.    Peraturan Daerah tentang pembentukan PTSP;
b.    Pengintegrasian program PTSP dalam dokumen perencanaan pembangunan dan penyediaan anggarannya;
c.    Ketersediaan pegawai negeri sipil daerah sesuai dengan jumlah dan kualifikasi yang diperlukan;
d.    Ketersediaan sarana dan prasarana untuk rnendukung PTSP; dan
e.    Kinerja PTSP berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bupati dan Walikota menyampaikan laporan secara tertulis kepada Gubernur mengenai perkembangan pembentukan PTSP, penyelenggaraan pelayanan, capaian kinerja, kendala yang dihadapi, dan pembiayaan yang disampaikan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan.
Gubernur menyampaikan laporan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri mengenai perkembangan proses pembentukan PTSP dan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu di wilayahnya berdasarkan laporan dari Bupati/Walikota.
Selain pemantauan internal seharusnya dibuka pula pemantauan eksternal oleh masyarakat melalui penerimaan pengaduan dan survey kepuasan masayarakat terhadap pelayanan yang diberikan yang sering disebut dengan indeks kepuasan masyarakat (IKM) yang akan berfungsi sebagai feedback dalam sebuah sistem.

D. kendala dalam pembentukan PTSP
Dalam mengatur tata kerja, penyusun Peraturan Presiden mungkin akan dihadapkan pada benturan kepentingan berbagai pihak sebagaimana terjadi ketika mulai diberlakukan Keppres 29 Tahun 2004. Ketika itu beberapa instansi terkait enggan untuk melimpahkan atau berkoordinasi dengan BKPM dalam melayani perizinan kepada penanam modal. Seringkali di Indonesia kewenangan perizinan dianggap sebagai “profit center” yang mesti dipertahankan oleh suatu instansi. Mungkin hal itulah yang mengakibatkan keengganan tersebut. Bentuk organisasi juga dapat menjadi ganjalan terlaksananya PTSP. Apakah organisasi tersebut akan dibangun :
1.    Sebagai unit promosi dan informasi penanaman modal,
2.    Sebagai sekretariat/koordinator yang mendistribusikan tugas ke dinas-dinas ke instansi terkait, atau
3.    Sebagai lembaga yang mempunyai otoritas mengeluarkan izin bagi penanaman modal.
Masih berkaitan dengan bentuk organisasi adalah masalah keanggotaan. Apabila yang diambil pilihan pertama dan kedua, maka tidak terlalu menjadi masalah. Keanggotaan wakil dari instansi terkait di Pelayanan Terpadu Satu Pintu bisa sebagai “liason officer” atau “officer on call”. Tetapi apabila pilihan ketiga yang dipilih, maka institusi terkait harus memberikan pelimpahan wewenang kepada lembaga PTSP.
Pelaksanaan kebijakan pelayanan terpadu satu pintu di daerah masih berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri melalui Sistem Pelayanan Satu Atap dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pemerintah daerah hendaknya juga mengetahui pengaturan pelayanan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. Meskipun keempat peraturan perundang-undangan tersebut dapat dikatakan sejalan, dengan menggunakan dasar Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, maka pembuatan kebijakan dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu menjadi lebih kuat.
Namun demikian, berkaitan dengan bentuk kelembagaan pelayanan penanaman modal, muncul kebingungan pemerintah daerah terhadap berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah ini pembentukan organisasi pelayanan satu pintu bukan merupakan keharusan. Dalam Pasal 47 diatur bahwa untuk membentuk unit pelayanan terpadu digunakan kata ”dapat” yang artinya dapat dibentuk, tetapi boleh juga tidak dibentuk. Personal atau pegawainya merupakan gabungan unsur-unsur perangkat daerah berbagai sektor. Pasal tersebut berbunyi:
”Pasal 47
1) Untuk meningkatkan dan keterpaduan pelayanan masyarakat di bidang perizinan yang bersifat lintas sektor, gubernur/bupati/walikota dapat membentuk unit pelayanan terpadu.
2) Unit pelayanan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan gabungan dari unsur-unsur perangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi perizinan.
3) Unit pelayanan terpadu didukung oleh sebuah sekretariat sebagai bagian dari perangkat daerah.”
Terhadap keberadaan PTSP terdapat dua kelompok tanggapan. Kelompok pertama adalah yang mendukung keberadaan pelayanan ini. Kelompok ini melihat pada respon yang baik dari masyarakat maupun aparat pemerintah di beberapa kabupaten/kota terhadap keberadaan pelayanan terpadu. Contoh keberhasilan itu adalah Kabupaten Sragen yang mendapatkan penghargaan untuk mutu pelayanan terpadunya dan menjadi contoh bagi kabupaten/kota lain. Kebijakan pelayanan terpadu dapat mendukung terciptanya aspek-aspek dalam good governance dan memperkecil kemungkinan terjadinya kolusi dan korupsi.
Kelompok kedua adalah kelompok yang menentang keberadaan PTSP ini. Keberadaan pelayanan terpadu tidak akan berjalan efektif karena instansi hanya memindahkan orang dan tempat. Bahkan di beberapa aspek menimbulkan kerugian bagi masyarakat, misalnya yang semula letak pengurusan dekat, dengan adanya kebijakan pelayanan terpadu satu pintu pengurusannya menjadi lebih jauh. Karena tidak ada altenatif pengurusan, maka iklim kompetisi dalam memberikan pelayanan menjadi tidak ada.









BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Kebijakan sistem PTSP dapat saja sebagai alternatif perbaikan dari Sistem Pelayanan Satu Atap. Namun demikian, sistem baru ini tidak akan memberikan perubahan yang diharapkan, jika tidak dapat menunjukan adanya efisien dalam pelayanan, memiliki standar waktu dan biaya yang jelas, memiliki prosedur pelayanan yang sederhana, dan mudah diakses oleh yang membutuhkan. Untuk mewujudkan sistem pelayanan administrasi penanaman modal yang memiliki karakter demikian, salah satu strategi yang perlu dikembangkan dalam PTSP adalah melalui pembentukan Unit Pelayanan (UP) yang memiliki kewenangan khusus dalam pemberian perizinan bidang penanaman modal. UP tersebut dapat didesain dalam beberapa bentuk, antara lain:
1. Merupakan Satuan/Unit Kerja tertentu, yang memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan perizinan penanaman modal secara terpusat. Satuan/Unit Kerja ini memiliki kewenangan untuk memproses dan menerbitkan berbagai perizinan yang merupakan pelimpahan sebagian dari kewenangan unit-unit kerja yang melayani perizinan.
2. Merupakan Satuan/Unit Kerja yang memberikan pelayanan perizinan penanaman modal. Satuan/Unit kerja ini memiliki front line yang berfungsi untuk menerima semua permohonan perizinan penanaman modal di daerah dan back line yang memiliki hubungan kerja dengan satuan/unit kerja yang secara fungsional menerbitkan perizinan.
Kedua bentuk UP tersebut dirancang untuk mengurangi jalur birokrasi dan menyederhanakan prosedur dalam pelayanan penanaman modal di daerah. Dengan demikian, diharapkan waktu dan biaya yang diperlukan untuk pengurusan perizinan penanaman modal di daerah akan lebih cepat dan murah. Selanjutnya, terkait dengan upaya perbaikan iklim penanaman modal di daerah, pembenahan kelembagaan ini juga harus didukung oleh perbaikan dalam standar pelayanan penanaman modal, kualitas sumber daya aparatur yang menangani bidang tersebut, dan komitmen para pimpinan di daerah.









DAFTAR PUSTAKA
Syafie Kencana Inu, dkk. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta : Reneka Cipta
Pasolong Harbani, 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta
Lijak Poltak Sinambela dkk. 2006. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara
Undang-undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik