Saturday 10 December 2016

Mahasiswa : Haruskah Pragmatis atau Idealis




Pragmatis atau idealis sebetulnya adalah permasalahan klise. Sebetulnya, apakah yang disebut dengan pragmatis itu sendiri dan apakah idealis itu sendiri? Kadang-kadang kita melihat salah satu sikap dan jadi melabeli mereka dengan hal itu. Tapi, di sisi lain, mereka bersikap sebaliknya.

Sebagai contoh yang marak adalah seorang mahasiswa yang terkenal sebagai aktivis mahasiswa, membawa nama rakyat kecil, turun ke jalan, menjembatani kepentingan rakyat dengan penguasa, dan sederet aktivitas sosial lainnya, tetapi begitu ia lulus, ia pun bekerja di perusahaan besar, entah itu perusahaan nasional atau malah asing. Jika perusahaan asing, siap-siap saja kata-kata cibiran muncul dari teman-teman seperjuangan di masa kuliah. Mereka akan serta merta mencap sebagai pragmatis. Mahasiswa idealis yang berubah menjadi pragmatis begitu lulus kuliah.

Contoh lainnya adalah kebalikan dari itu. Seorang mahasiswa yang dari awal pragmatis, mentargetkan lulus kuliah cepat, dengan IPK tinggi, dan mengantongi beragam sertifikat dari berbagai organisasi, begitu lulus langsung bekerja, bila nyantol di perusahaan besar lebih baik, tapi jika tidak lompat-lompat dari satu tempat ke tempat lain tidak buruk, lalu bekerja keras mencapai level yang lebih tinggi di perusahaan, menikah, lalu punya anak dan hidup sejahtera. Itu semua adalah rencana hidupnya, tapi begitu ia merasakan bekerja di perusahaan besar, tiba-tiba ia menjadi berpikir: sebenarnya untuk apa aku hidup? Untuk apa aku bekerja? Apakah semata karena kesejahteraan? Akhirnya ia pun bisa menuju jalan yang berbalik arah, ia memilih bekerja sosial yang tidak dibayar pun tidak apa-apa. Kalau orang bilang, mahasiswa tipe ini adalah mahasiswa pragmatis yang menjadi idealis.

Apakah menjadi pragmatis itu buruk? Apakah menjadi idealis lebih baik? Sesungguhnya menjadi pragmatis atau idealis adalah tergantung situasi. Masalahnya adalah di mana orang itu bersikap idealis dan di mana ia bersikap pragmatis. Mahasiswa mungkin tidak benar-benar menjadi pragmatis atau benar-benar menjadi idealis. Kedua sikap tersebut meski terdengar bertentangan, tapi bisa saja ada dalam diri orang yang sama.


Ketika seseorang sedang menghadapi masalah yang butuh penyelesaian cepat, mendesak dan penting, ia perlu memikirkan beberapa alternatif solusi. Solusi yang ideal tentu paling baik. Tetapi apakah solusi itu bisa langsung dilaksanakan? Nah, mungkin masih ada hambatan di sana-sini, sehingga harus bersikap pragmatis dan sedikit demi sedikit diperbaiki menuju kondisi ideal. Kalau terus-menerus bersikap pragmatis sebetulnya juga tidak baik, seperti menambal terus menerus jalan aspal yang rusak tanpa memikirkan alternatif solusi kemacetan, sedangkan kian hari manusia yang tinggal di situ, lewat, dan berkendaraan pribadi makin bertambah, menambah beban jalan dan membuat biaya perawatan semakin tinggi.



Sekarang ini mahasiswa sudah digiring untuk menjadi pragmatis sejak masa awal menjadi mahasiswa. Dalam seminar-seminar atau acara-acara penyambutan mahasiswa baru tak jarang dihadirkan senior yang sukses secara material. Pernah dihadirkan orang yang suka demo, membantu negosiasi biaya masuk mahasiswa miskin, atau mahasiswa sejenis itu? Kalau mahasiswa jenis itu tidak punya prestasi yang bisa dibanggakan selain demo-demo, jangan harap mereka bisa duduk di bangku kehormatan menyambut mahasiswa baru. Tidak hanya di dalam acara penyambutan mahasiswa baru, di setiap kuliah, setiap dosen mendorong mahasiswanya agar berprestasi secara akademik, secara organisasi, dan bekerja dengan baik, mencapai karir tinggi. Dosen-dosen mendengungkan hal itu, hidup enak dan kesuksesan secara material. Tak jarang mereka pun menghina yang berdemo, mengatai yang suka demo nilainya jelek,mengecewakan orangtua, tidak berguna untuk masa depan dan pandangan negatif lainnya. Hal ini bisa ditemui tidak hanya di fakultas yang mahasiswanya jarang berdemo, tapi juga di fakultas lain, walaupun intensitasnya lebih sedikit, tentu saja.

Lalu, apakah berdemo salah? Bekerja di perusahaan nasional salah? Tidak ada yang bilang demikian. Berdemo harus tau apa tujuannya. Mencapai tujuan tersebut tentu juga banyak jalan. Jika demo memang membantu rakyat jelata, maka itulah prinsipnya. Lakukan di mana pun dan kapan pun. Setelah lulus dari status mahasiswa, bagaimana cara lainnya supaya bisa tetap membantu rakyat kecil? Tentu bukan menghamba ke partai dan jadi calon anggota legislatif yang ujungnya cuma mau gaji besar saja, tapi mengatasnamakan rakyat. Bekerja, berwirausaha, atau menjadi peneliti adalah beberapa pilihan dan tidak bisa dibilang bertolak belakang dari pribadi ketika masih mahasiswa. Bekerja di perusahaan asing untuk orang yang dulunya demo mengatasnamakan rakyat kecil juga bisa berpartisipasi dalam program CSR perusahaan, atau malah membuat program-program gebrakan baru untuk perusahaan dalam hal bidang sosial. Bukannya malah lebih banyak yang bisa dilakukan? Bahkan dengan posisi sebagai perusahaan, bisa juga membantu menengahi antara pemerintah dan juga masyarakat.

Orang yang bekerja di perusahaan apakah otomatis menjadi orang pragmatis? Tidak begitu pula. Mahasiswa yang baru saja lulus, bisa punya prinsip untuk tidak bekerja di tempat-tempat tertentu. Sebagai contoh, dia tidak akan mendaftar untuk bekerja di perusahaan rokok dan anak-anak perusahaannya, jaringan supermarket yang menjual minuman keras, perusahaan keuangan berbasis bunga semacam bank, asuransi, pegadaian, perusahaan yang melarang menikah selama beberapa tahun, atau perusahaan yang melarang karyawatinya berjilbab.
Kebanyakan mahasiswa pragmatis, saking pragmatis, mau mendaftar apa saja. Ia tidak peduli perusahaan apa saja, asalkan diterima. Bahkan tak jarang ia pun mencurangi lembar jawaban tes, misalnya masih mengerjakan bagian sebelumnya padahal tes melarang kembali ke soal bagian sebelumnya. Ketika ia bersikap seperti ini, lalu dia diterima, dan berpikir pasrah, maka ia akan terus menyesali hari-harinya selama bekerja dan selalu mengharap datangnya libur, dan ingin cepat-cepat mengakhiri kontrak kerja.

Oleh karena itu, sebelum memutuskan bekerja di mana, ada baiknya mencari lowongan dan informasi, serta berbagai tips dari website. Di zaman yang seba canggih ini rasanya tidak sulit menemukan beragam informasi termasuk informasi mengenai lowongan pekerjaan. Bahkan ada beberapa website yang menyediakan jasa konsultasi untuk calon pelamar.
Namun tentu saja dari sekian banyak website, harus dilihat dulu kredibilitasnya

Apapun sikap yang dipilih, sebaiknya tetap punya prinsip. Jika manusia tidak punya prinsip dan mau praktis-praktis saja, maka tentu saja ia hanya akan jadi seonggok boneka yang hidupnya dikendalikan orang lain, dia akan terus menerus mengambil keputusan praktis yang menguntungkan dirinya dalam jangka pendek. Akan tetapi, lihatlah beberapa tahun ke depan, ia akan memikirkan makna hakikat hidup. Sebab ia selama ini hidup tanpa jiwa.

Akhir kata, ada kutipan yang bagus sekali: Jika kamu tidak mempertahankan sesuatu, maka kamu akan kehilangan segalanya (Malcolm X). Jika tidak punya prinsip sama sekali, dan rela menjadi ekstrim pragmatis, maka justru sikap seperti itu akan menjatuhkan di masa depan.










Wednesday 2 March 2016

CONTOH MAKALAH KEBIJAKSANAAN DAN PERATURAN PERUNDANGAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Tujuan pendirian Negara Republik Indonesia, seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan yang prima kepada masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif.
Sementara itu kondisi saat ini seringkali masih menunjukkan bahwa penyelenggaraan Pelayanan kepada masyarakat publik masih minim kualitas. Pelayanan kepada masyarakat  dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang kompleks. Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan.
Kondisi tersebut memacu perubahan yang semakin cepat yang perlu disikapi secara bijak oleh Pemerintah melalui langkah-langkah pengambilan kebijaksanaan dan juga pembuatan peraturan, penciptaan program dan kegiatan yang berkesinambungan dalam berbagai aspek pembangunan untuk membangun kepercayaan masyarakat guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.   Apa saja tingkat-tingkat kebijaksanaan ?
2.   Bagaimana asas-asas peraturan perundangan ?
3.   Bagaimana proses penyusunan Undang-undang ?

C.     TUJUAN PENULISAN
1.      Mengetahui dan menjabarkan tingkat-tingkat kebijaksanaan
2.      Mendeskripsikan asas-asas peraturan perundangan
3.      Mengetahui proses penyusunan Undang-unndang








BAB II
KAJIAN TEORI
A.    KEBIJAKSANAAN
Kebijaksanaan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatu pemerintah, sehingga tecapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai tujuan
Kebijaksanaan dapat dibedakan menjadi kebijakasanaan internal dan eksternal, tertulis dan tidak tertulis. Kebijaksanaan internal (kebijaksanaan manajerial), yaitu kebijaksanaan yang mempunyai kekuuatan mengikat aparatur dalam organisasi pemerintah sendiri. Kebijaksanaan eksternal yaitu kebijaksanaan yang mengikat masyarakat (kebijaksanaan public). Untuk kepastian bagi pelaksanaannya, kebijaksanaan sebaiknya tertulis.
Dalam menyusun kebijaksanaan hendaknya :
a)   Berpedoman pada kebijaksanaan yang lebih tinggi.
b)   Konsisten dengan kebijaksanaan lain  yang berlaku.
c)   Berorientasi ke masa depan
d)   Berorientasi pada kepentingan umum.
e)   Jelas, tepat dan tidak menimbulkan kekeburan arid an maksud.
f)   Dirumuskan secara tertulis.

B.     PERATURAN PERUNDANGAN
Pengertian Peraturan Perundang-undangan| Dalam peraturan perundang-undangan, terdapat landasan hukum dalam terbentuknya peraturan perundang-undangan. Namun apakah anda sudah mengetahui, apa itu peraturan perundang-undangan ?. Pengertian peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan di bentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, maka perlu dibuat peraturan yang memuat mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan dengan cara metode yang pasti, baku dan standar yang mengikat segala aspek dalam lembaga yang berwenang untuk membetuk peraturan perundang-undangan. Pasal 22A UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan undang-undang yang diatur dengna undang-undang. Selanjutnya, dijabarkan dalam UU RI No. 12 Tahun 2011 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.









BAB III
PEMBAHASAN

A.    TINGKAT-TINGKAT KEBIJAKSANAAN
1.      Lingkup Nasional
a.       Kebijaksanaan Nasional
1)   Pengertian
Kebijaksanaan nasiona merupakan kebijaksanaan Negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan nasional/Negara sebagaimana tertera dalam UUD 1945.
2)   Wewenang
Wewenang penetapan kebijaksanaan nasional berada pada MPR, dan Presiden bersama-sama DPR.
3)   Bentuk
Kebijaksanaan nasional yang dituangkan dalam peraturan perundangan dapat berupa :
a)      UUD
b)      Ketetapan MPR
c)      Undang-Undang
d)     Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) dibuat oleh presiden dalam hal kepentingan yang memaksa dan harus segera dimintakan persetujuan DPR dalam siding berikutnya.
b.      Kebijaksanaan Umum
1)   Pengertian
Kebijaksanaan umum merupakan kebijaksanaan presiden yang lingkupnya menyeluruh bersifat garis besar dalam rangka pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan sebagai pelaksanaan undang-undang dasar 1945, ketetapan MPR dan Undang-Undang, guna mencapi tujuan Negara/nasional.
2)   Wewenang
Wewenang penetapan kebijaksanaan  umum sepenuhnya berada pada presiden.
3)   Bentuk
Kebijaksanaan umum yang tertulis dalam bentuk peraturan perundangan dapat berupa peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan instruksi presiden.
c.       Kebijaksanaan Pelaksanaan
1)   Pengertian
Kebijaksanaan pelaksanaan merupakan penjabaran dari kebijaksanaan umum sebagai strategi pelaksanaan dalam suatu bidang tugas umum pemrintahan dan pembangunan di bidang tertentu.
2)   Wewenang
Wewenang penetapan kebijaksanaan pelaksanaan berada pada menteri/ pejabat lain yang setingkat menteri dan pimpiinan LPND sesuai dengan kebijaksanaan pada tingkat atasnya dan peraturan perundangan yang berlaku.
3)   Bentuk
Kebijaksanaan pelaksanaan yang tertulis dalam bentuk peraturan perundangan dapat berupa peraturan, keputusan, atau instuksi dari pejabat tersebut diatas.

d.      Kebijaksanaan teknis
1)   Pengertian
Kebijaksanaan teknis merupakan penjabaran dari  kebijaksanaan pelaksanaan yang memuat pengaturan teknis di bidang tertentu.
2)   Wewenang
Wewenang penetapan kebijaksanaan teknis ini berada pada Direktur Jendral dan juga oleh Pimpinan LPND.
3)   Bentuk
Bentuk kebijaksanaan teknis dapat berupa keputusan, instruksi atau surat edaran dari pejabat tersebut diatas


2.      Lingkup Wilayah/Daerah
Tingkat-tingkat kebijaksanaan pada lingkup wilayah/daerah mencakup baik pada tingkat propinsi Daerah tingkat I maupun pada kabupateb/kotamadya Daerah Tingkat II.
a.       Kebijaksanaan Umum
1)   Pengertian
Kebijaksanaan umu pada lingkup Daerah merupakan kebijaksanaan Pmerintah Daerah sebagai pelaksanaan asas desentralisasi dalam rangka usaha mengatur rumah tangga daerah.
Kebijaksanaan ini memuat ketentuan yang bersifat menyeluruh makro strategis dalam lingkup Daerah yang bersangkutan.
2)   Wewenang
Wewenang penetapan kebijaksanaan umum di Daerah Tingkat I berada pada kepala Daerah Tingkat 1`berada pada Kepala Daerah Tingkat I bersama DPRD Tingkat I. sedangkan pada daerah tingkat II ditetapkan oleh kepala Daerah Tingkat II ditetapkan oleh kepala daerah tingkat II dan DPRD tingkat II.
3)   Bentuk
Kebijaksanaan umum pada tingkat daerah berbentuk peraturan daerah (perda) untuk tiap-tiaap tingkat pemerintah daerah yang bersangkutan (PERDA Tingkat I dan II)

b.      Kebiijaksanaan pelaksanaan
1)   Pengertian
Kebijaksanaan pelaksanaan pada lingkup wilayah atau daerah sesuai dengan asas pemerintahan di daerah dapat bersumber dari 3 macam :
a)   Kebijaksanaan pelaksanaan dalam rangka asas desentralisasi yang merupakan realisasi pelaksanaan dari peraturan daerah.
b)   Kebijaksanaan pelaksanaan dalam rangka asas dekonsentrasi yang merupakan pelaksanaan dari kebijaksanaan nasional di wilayah.
c)   Kebijaksanaan pelaksanaan dalam rangka pelaksanaan asas tugas pembantuan yang merupakan realisasi dari tugas pemerintah pusat di daerah yang diselenggarakn pemerintah daerah.
2)   Wewenang
Penetapan pelaksanaan kebijaksanaan dalam rangka :
a)   Desentralisasi dilakukan oleh kepaa daerah.
b)   Dekonsentrasi dilakukan oleh kepala wilayah.
c)   Tugas pembantuan dilakukan oleh kepala daerah
3)   Bentuk
Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dan tugas pembentuan bentuk kebijaksanaannya berupa keputusan kepala daerah dan instruksi kepala daerah. Sedangkan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi bentuk kebijaksaaannya berupa keputusan kepala wilayag, dan intruksi kepala wilayah. Namun demikian, karena jabatan kepala daerah dan kepala wilayah dipangku oleh satu orang yang sama, maka dalam praktek keputusan, atau intruksi tersebut selalu dinyatakan sebagai keputusan atau intruksi kepala wilayah daerah seperti keputusan atau instruksi gubernur kepala daerah tingkat I, kepuutusan atau instruksi bupati/walikotamadya kepala daerah tingkatII. Selain itu bagi kotamadya atau kota administrative berupa keputusan atau instruksi walikitamadya administrative atau walikota administrative.

c.       Kebijaksanaan  Teknis Lingkup Wilayah/daerah
1)   Pengertian
Kebijaksanaan teknis oada tingkat wilayah atau daerah sebagai realisasi teknis kebijaksanaan pelaksanaan.
Sesuai asas pemerintahan di daerah kebijaksanaan teknis dapat dibedakan tiga macam :
a)   Kebijaksanaan dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi.
b)   Kebijaksanaan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.
c)   Kebijaksanaan dalam rangka pelaksanaan asas tugas pembantuan.
2)   Wewenang
Penetapan  kebijaksanaan teknis dalam rangka asas desentralisasi dan tugas pembantuan dilakukan oleh kepala dinas; sedangkan dalam rangka asas dekonsentrasi oleh kepala kantor wilayah Departemen atau Kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal, dan kepala kantor Departemen atau kepala kantor Direktorat Jendral.
3)   Bentuk
Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dan tugas pembantuan bentuk kebijaksanaan teknis berupa keputusan epala dinas Tingkat I atai Tingkat II, sedangkan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi bentuk kebijaksanaan berupa keputusan/Instruksi Kepala Kantor Wilayah Departemen,keputusan/intruksi kepala kantor wilayah direktorat jenderal pada tingkat provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupate/kotamadya, oleh kepala kantor departemenatau kepala kantor direktorat jenderal.

B.     ASAS-ASAS PERATURAN PERUNDANGAN
1.      Sesuai dengan prinsip Negara hokum, setiap peraturan perundangan harus berdasar dan bersumber dengan tegas pada peraturan perundangan yang berlaku yang lebih tinggi tingkaatnya.
2.      Peraturan perundangan dari tingkat uruta yang lebih rendah, merupakan penjabaran atau perumusan lebih rinci dari peraturan perundangan yang lebih tinnggi tingkat urutannya. Ini berarti pula bahwa peraturan perundangan ang lebih rendah harus tnduk dan tidak boeh bertentangan dengan atau menyimpang dari peraturan perundangan yang lebih tinggi.
3.      Peraturan perundangan pada asasnya tidak dapat berlaku surut, kecuali apabila dinyatakabb dengan tegas dan demi kepentingan umum.
4.      Peraturan perundangan yang dibuat oleh aparatur yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
5.      Peraturan yang diundangkan kemudian, membatalkan peraturan perundangan yang mengatur hal yang sama setingkat yang terbit lebih dahulu atau lebih rendah. Ini berarti bahwa apabila ada dua buah peraturan perundangan atau lebih mengatur hal yang sama yang isinya bertentangan atau tidak sesuai antara yang satu dengan yang lain, sedangkan peraturan-peraturan perundangan tersebut sama tingkatnya, maka yang dianggap berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundangan yang diundangkan kemudian kecuali apabila peraturan perundangan itu dinyatakan lain (lex posterior derogate lex priori).
6.      Perturan perundangan yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum (lex specialis derogate lex generalis)
7.      Peraturan perundangan hanya boleh dicabut atau diganti atau dibatalkan oleh peraturan yang sama atau yang lebih tinggi tingkatannya.
8.      Dalam penyusunan peraturan perundangan, perlu diperhatikan konsistensinya baik diantara pertaturan perundangan yang mengatur hal yang sama, maupun diantara pasal-pasal dalam satu peraturan perundangan.
9.      Dalam suatu peraturan perundangan, harus ada kejelasan dan ketegasan mengenai yang ingin dicapai dari ketentuan yang bersangkutan
.
C.     Tata perundang-undangan
Tap MPRS NO. XX/MPRS/1996 tentang Memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib hukum Republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan Republik Indonesia. Urutannya yaitu :
1.      UUD 1945;
2.      Ketetapan MPR;
3.      UU;
4.      Peraturan Pemerintah;
5.      Keputusan Presiden;
6.      Peraturan Pelaksana yang terdiri dari : Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri.
Ketentuan dalam Tap MPR ini sudah tidak berlaku.


Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Undang-Undang. Berdasarkan ketetapan MPR tersebut, tata urutan peraturan perundang-undangan RI yaitu :
1.         UUD 1945;
2.         Tap MPR;
3.         UU;
4.         Peraturan pemerintah pengganti UU;
5.         PP;
6.         Keppres;
7.         Peraturan Daerah;
Ketentuan dalam Tap MPR ini sudah tidak berlaku.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan ini, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1.         UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.         UU/Perppu;
3.         Peraturan Pemerintah;
4.         Peraturan Presiden;
5.         Peraturan Daerah.
Ketentuan dalam Undang-Undang ini sudah tidak berlaku.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1.         UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.         Ketetapan MPR;
3.         UU/Perppu;
4.         Peraturan Presiden;
5.         Peraturan Daerah Provinsi;
6.         Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

D.    PROSES PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG
Terbentuknya suatu Undang-Undang adalah suatu proses sebagai dinamika kehidupan demokrasi di lembaga legeslatif. Berikut ini adalah alur penyusunan undang-undang ;

1.      Prosedur pembentukan RUU usul dari DPR
a.       RUU disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPR, lalu ditandatangani sekurang-kurangnya 10 anggota DPR.
b.      Selanjutnya, RUU dibawa ke rapat paripurna.
c.       Apabila disetujui tanpa perubahan. Rapat paripurna memutuskan apakah usul RUU tersebut dapat secara prinsip diterima menjadi RUU usul dari DPR atau tidak. Rapat paripurna didahului dengan penjelasan pengusul dan pendapat fraksi-fraksi.
d.      Apabila disetujui dengan perubahan, DPR menugaskan kepada komisi, badan legislasi, atau panitia khusus untuk membahas dan menyempurnakan RUU usul dari DPR.
e.       RUU disampaikan kepada presiden oleh pimpinan DPR dengan permintaan agar presiden menunjuk menteri yang akan mewakili pemerintah dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama dengan DPR.
f.       Dalam rapat paripurna, ketua rapat memberitahukan dan membagikan usul RUU kepada anggota DPR.
g.      Kemudian, dibentuk badan musyawarah.
h.      Rapat badan musyawarah menentukan waktu pembicaraan dalam rapat paripurna.

2.      Pembicaraan tingkat I di DPR
Pembicaraan tingkat 1 dalam rapat komisi, rapat badan legislasi, rapat panitia anggaran, atau rapat panitia khusus bersama pemerintah, dengan acara sebagai berikut ;
a.       Tanggapan pemerintah terhadap RUU dari DPR.
b.      Jawaban pimpinan komisi, badan legislasi, panitia anggaran, atau panitia khusus atas tanggapan pemerintah.
c.       Pembahasan RUU oleh DPR dan pemerintah dalam rapat kerja berdasarkan daftar inventarisasi masalah (DIM).
3.      Pembicaraan tingkat II di DPR
Setelah pembicaraan tingkat 1, diadakan pembicaraan tingkat 2 dalam Rapat Paripurna dengan acara sebagai berikut:
a.       Pengambilan keputusan yang didahului oleh:
1)   laporan hasil pembicaraan tingkat 1,
2)   pendapat akhir fraksi yang disampaikan oleh anggotanya, apabila dipandang perlu dapat disertai catatan tentang sikap fraksi.
b.      Penyampaian sambutan pemerintah.
4.      Prosedur Pembentu-kan RUU Usul dari Pemerintah
Dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut materi muatan setiap peraturan harus diperhatikan. Materi muatan peraturan perundang-undangan, antara lain sebagai berikut.
a.       Materi muatan undang-undang, yaitu:
1)   mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945, meliputi:
a)   hak asasi manusia,
b)   hak dan kewajiban warga negara,
c)   pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara.
d)  wilayah negara dan pembagian daerah,
e)   kewarganegaraan dan kependudukan,
f)    keuangan negara.
b.      Diperintahkan oleh UU untuk diatur dengan UU.

5.      Pembicaan Tingkat 1 di DPR
Pembicaraan tingkat 1 dalam rapat komisi, rapat badan legislasi, rapat panitia anggaran, atau rapat panitia khusus bersama pemerintah, dengan acara sebagai berikut.
a.    Pemandangan umum fraksi terhadap RUU.
b.   Jawaban pemerintah atas pemandangan umum fraksi.
c.    Pembahasan RUU oleh DPR dan pemerintah dalam rapat kerja berdasarkan daftar inventarisasi masalah (DIM). (Catatan: RUU dari pemerintah dapat ditarik kembali sebelum pembicaraan tingkat 1 berakhir).
6.      Pembicaraan Tingkat 2 di DPR
Setelah pembicaraan tingkat 1, diadakan pembicaraan tingkat 2 dalam rapat paripurna dengan acara sebagai berikut.
a.    Pengambilan keputusan yang didahului oleh:
1)   laporan hasil pembicaraan tingkat 1,
2)   pendapat akhir fraksi yang disampaikan oleh anggotanya, apabila dipandang perlu dapat disertai catatan tentang sikap fraksi,
b.   Penyampaian sambutan pemerintah. Pimpinan DPR menyampaikan RUU beserta penjelasannya dari pengusul kepada media massa dan Kantor Berita Nasional untuk disiarkan kepada masyarakat. Setelah pimpinan DPR menerima RUU dari pemerintah maka dalam rapat paripurna, ketua rapat memberitahukan dan membagikan usul RUU kepada anggota DPR. Pemerintah/presiden menyampaikan RUU beserta penjelasannya secara tertulis kepada pimpinan DPR dengan surat pengantar yang menyebutkan menteri yang akan mewakili pemerintah.
c.    Materi muatan peraturan pemerintah berisi materi untuk menjalankan UU.
d.   Materi muatan peraturan presiden berisi materi yang diperintahkan oleh UU atau materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah.
e.    Materi muatan peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah, serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
f.    Materi muatan peraturan desa/setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa/setingkat serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.





BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan di bentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.









DAFTAR ISI
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 1996, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta: PT Toko Gunung Agung
Lijak Poltak Sinambela dkk. 2006. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara
Undang-undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Syafie Kencana Inu, dkk. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta : Reneka Cipta
Pasolong Harbani, 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta