CONTOH MAKALAH KEBIJAKSANAAN DAN PERATURAN PERUNDANGAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Tujuan pendirian Negara Republik Indonesia, seperti tertuang
dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi
kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung
terciptanya penyelenggaraan pelayanan yang prima kepada masyarakat dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik,
jasa publik, dan pelayanan administratif.
Sementara itu kondisi saat ini seringkali masih menunjukkan
bahwa penyelenggaraan Pelayanan kepada masyarakat publik masih minim kualitas.
Pelayanan kepada masyarakat dihadapkan
pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai
bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut bisa
disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai
yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang kompleks.
Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan
tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan,
informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan.
Kondisi tersebut memacu perubahan yang semakin cepat yang
perlu disikapi secara bijak oleh Pemerintah melalui langkah-langkah pengambilan
kebijaksanaan dan juga pembuatan peraturan, penciptaan program dan kegiatan
yang berkesinambungan dalam berbagai aspek pembangunan untuk membangun
kepercayaan masyarakat guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja tingkat-tingkat
kebijaksanaan ?
2. Bagaimana asas-asas peraturan
perundangan ?
3. Bagaimana proses penyusunan
Undang-undang ?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Mengetahui dan menjabarkan
tingkat-tingkat kebijaksanaan
2.
Mendeskripsikan asas-asas peraturan
perundangan
3.
Mengetahui proses penyusunan
Undang-unndang
BAB
II
KAJIAN
TEORI
A. KEBIJAKSANAAN
Kebijaksanaan
pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang dijadikan pedoman, pegangan
atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatu pemerintah, sehingga
tecapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai tujuan
Kebijaksanaan dapat
dibedakan menjadi kebijakasanaan internal dan eksternal, tertulis dan tidak
tertulis. Kebijaksanaan internal (kebijaksanaan manajerial), yaitu
kebijaksanaan yang mempunyai kekuuatan mengikat aparatur dalam organisasi
pemerintah sendiri. Kebijaksanaan eksternal yaitu kebijaksanaan yang mengikat
masyarakat (kebijaksanaan public). Untuk kepastian bagi pelaksanaannya,
kebijaksanaan sebaiknya tertulis.
Dalam menyusun
kebijaksanaan hendaknya :
a) Berpedoman pada kebijaksanaan yang lebih
tinggi.
b) Konsisten dengan kebijaksanaan lain yang berlaku.
c) Berorientasi ke masa depan
d) Berorientasi pada kepentingan umum.
e) Jelas, tepat dan tidak menimbulkan kekeburan
arid an maksud.
f) Dirumuskan secara tertulis.
B. PERATURAN
PERUNDANGAN
Pengertian
Peraturan Perundang-undangan| Dalam peraturan perundang-undangan, terdapat
landasan hukum dalam terbentuknya peraturan perundang-undangan. Namun apakah
anda sudah mengetahui, apa itu peraturan perundang-undangan ?. Pengertian
peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum
yang mengikat secara umum dan di bentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Bahwa
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang
baik, maka perlu dibuat peraturan yang memuat mengenai pembentukan peraturan
perundang-undangan dengan cara metode yang pasti, baku dan standar yang
mengikat segala aspek dalam lembaga yang berwenang untuk membetuk peraturan
perundang-undangan. Pasal 22A UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pembentukan undang-undang yang diatur dengna
undang-undang. Selanjutnya, dijabarkan dalam UU RI No. 12 Tahun 2011 mengenai
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. TINGKAT-TINGKAT
KEBIJAKSANAAN
1. Lingkup
Nasional
a. Kebijaksanaan
Nasional
1) Pengertian
Kebijaksanaan nasiona
merupakan kebijaksanaan Negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam
pencapaian tujuan nasional/Negara sebagaimana tertera dalam UUD 1945.
2) Wewenang
Wewenang penetapan
kebijaksanaan nasional berada pada MPR, dan Presiden bersama-sama DPR.
3) Bentuk
Kebijaksanaan nasional
yang dituangkan dalam peraturan perundangan dapat berupa :
a) UUD
b) Ketetapan
MPR
c) Undang-Undang
d) Peraturan
pemerintah pengganti undang-undang (perpu) dibuat oleh presiden dalam hal
kepentingan yang memaksa dan harus segera dimintakan persetujuan DPR dalam
siding berikutnya.
b. Kebijaksanaan
Umum
1) Pengertian
Kebijaksanaan umum
merupakan kebijaksanaan presiden yang lingkupnya menyeluruh bersifat garis
besar dalam rangka pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan sebagai
pelaksanaan undang-undang dasar 1945, ketetapan MPR dan Undang-Undang, guna
mencapi tujuan Negara/nasional.
2) Wewenang
Wewenang penetapan
kebijaksanaan umum sepenuhnya berada
pada presiden.
3) Bentuk
Kebijaksanaan umum yang
tertulis dalam bentuk peraturan perundangan dapat berupa peraturan pemerintah,
keputusan presiden, dan instruksi presiden.
c. Kebijaksanaan
Pelaksanaan
1) Pengertian
Kebijaksanaan
pelaksanaan merupakan penjabaran dari kebijaksanaan umum sebagai strategi
pelaksanaan dalam suatu bidang tugas umum pemrintahan dan pembangunan di bidang
tertentu.
2) Wewenang
Wewenang penetapan
kebijaksanaan pelaksanaan berada pada menteri/ pejabat lain yang setingkat
menteri dan pimpiinan LPND sesuai dengan kebijaksanaan pada tingkat atasnya dan
peraturan perundangan yang berlaku.
3) Bentuk
Kebijaksanaan
pelaksanaan yang tertulis dalam bentuk peraturan perundangan dapat berupa
peraturan, keputusan, atau instuksi dari pejabat tersebut diatas.
d. Kebijaksanaan
teknis
1) Pengertian
Kebijaksanaan teknis
merupakan penjabaran dari kebijaksanaan
pelaksanaan yang memuat pengaturan teknis di bidang tertentu.
2) Wewenang
Wewenang penetapan
kebijaksanaan teknis ini berada pada Direktur Jendral dan juga oleh Pimpinan
LPND.
3) Bentuk
Bentuk kebijaksanaan
teknis dapat berupa keputusan, instruksi atau surat edaran dari pejabat
tersebut diatas
2. Lingkup
Wilayah/Daerah
Tingkat-tingkat
kebijaksanaan pada lingkup wilayah/daerah mencakup baik pada tingkat propinsi
Daerah tingkat I maupun pada kabupateb/kotamadya Daerah Tingkat II.
a. Kebijaksanaan
Umum
1) Pengertian
Kebijaksanaan umu pada
lingkup Daerah merupakan kebijaksanaan Pmerintah Daerah sebagai pelaksanaan
asas desentralisasi dalam rangka usaha mengatur rumah tangga daerah.
Kebijaksanaan ini memuat
ketentuan yang bersifat menyeluruh makro strategis dalam lingkup Daerah yang
bersangkutan.
2) Wewenang
Wewenang penetapan
kebijaksanaan umum di Daerah Tingkat I berada pada kepala Daerah Tingkat
1`berada pada Kepala Daerah Tingkat I bersama DPRD Tingkat I. sedangkan pada
daerah tingkat II ditetapkan oleh kepala Daerah Tingkat II ditetapkan oleh
kepala daerah tingkat II dan DPRD tingkat II.
3) Bentuk
Kebijaksanaan umum pada
tingkat daerah berbentuk peraturan daerah (perda) untuk tiap-tiaap tingkat
pemerintah daerah yang bersangkutan (PERDA Tingkat I dan II)
b. Kebiijaksanaan
pelaksanaan
1) Pengertian
Kebijaksanaan
pelaksanaan pada lingkup wilayah atau daerah sesuai dengan asas pemerintahan di
daerah dapat bersumber dari 3 macam :
a) Kebijaksanaan
pelaksanaan dalam rangka asas desentralisasi yang merupakan realisasi
pelaksanaan dari peraturan daerah.
b) Kebijaksanaan
pelaksanaan dalam rangka asas dekonsentrasi yang merupakan pelaksanaan dari
kebijaksanaan nasional di wilayah.
c) Kebijaksanaan
pelaksanaan dalam rangka pelaksanaan asas tugas pembantuan yang merupakan
realisasi dari tugas pemerintah pusat di daerah yang diselenggarakn pemerintah
daerah.
2) Wewenang
Penetapan pelaksanaan
kebijaksanaan dalam rangka :
a) Desentralisasi
dilakukan oleh kepaa daerah.
b) Dekonsentrasi
dilakukan oleh kepala wilayah.
c) Tugas
pembantuan dilakukan oleh kepala daerah
3) Bentuk
Dalam rangka
pelaksanaan asas desentralisasi dan tugas pembentuan bentuk kebijaksanaannya
berupa keputusan kepala daerah dan instruksi kepala daerah. Sedangkan dalam
rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi bentuk kebijaksaaannya berupa keputusan
kepala wilayag, dan intruksi kepala wilayah. Namun demikian, karena jabatan
kepala daerah dan kepala wilayah dipangku oleh satu orang yang sama, maka dalam
praktek keputusan, atau intruksi tersebut selalu dinyatakan sebagai keputusan
atau intruksi kepala wilayah daerah seperti keputusan atau instruksi gubernur
kepala daerah tingkat I, kepuutusan atau instruksi bupati/walikotamadya kepala
daerah tingkatII. Selain itu bagi kotamadya atau kota administrative berupa
keputusan atau instruksi walikitamadya administrative atau walikota
administrative.
c. Kebijaksanaan Teknis Lingkup Wilayah/daerah
1)
Pengertian
Kebijaksanaan
teknis oada tingkat wilayah atau daerah sebagai realisasi teknis kebijaksanaan pelaksanaan.
Sesuai
asas pemerintahan di daerah kebijaksanaan teknis dapat dibedakan tiga macam :
a) Kebijaksanaan
dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi.
b) Kebijaksanaan
dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.
c) Kebijaksanaan
dalam rangka pelaksanaan asas tugas pembantuan.
2)
Wewenang
Penetapan
kebijaksanaan teknis dalam rangka asas
desentralisasi dan tugas pembantuan dilakukan oleh kepala dinas; sedangkan
dalam rangka asas dekonsentrasi oleh kepala kantor wilayah Departemen atau
Kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal, dan kepala kantor Departemen atau
kepala kantor Direktorat Jendral.
3)
Bentuk
Dalam
rangka pelaksanaan asas desentralisasi dan tugas pembantuan bentuk
kebijaksanaan teknis berupa keputusan epala dinas Tingkat I atai Tingkat II,
sedangkan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi bentuk kebijaksanaan
berupa keputusan/Instruksi Kepala Kantor Wilayah Departemen,keputusan/intruksi
kepala kantor wilayah direktorat jenderal pada tingkat provinsi. Sedangkan pada
tingkat kabupate/kotamadya, oleh kepala kantor departemenatau kepala kantor
direktorat jenderal.
B. ASAS-ASAS
PERATURAN PERUNDANGAN
1. Sesuai
dengan prinsip Negara hokum, setiap peraturan perundangan harus berdasar dan
bersumber dengan tegas pada peraturan perundangan yang berlaku yang lebih tinggi
tingkaatnya.
2. Peraturan
perundangan dari tingkat uruta yang lebih rendah, merupakan penjabaran atau
perumusan lebih rinci dari peraturan perundangan yang lebih tinnggi tingkat
urutannya. Ini berarti pula bahwa peraturan perundangan ang lebih rendah harus
tnduk dan tidak boeh bertentangan dengan atau menyimpang dari peraturan
perundangan yang lebih tinggi.
3. Peraturan
perundangan pada asasnya tidak dapat berlaku surut, kecuali apabila dinyatakabb
dengan tegas dan demi kepentingan umum.
4. Peraturan
perundangan yang dibuat oleh aparatur yang lebih tinggi mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi pula.
5. Peraturan
yang diundangkan kemudian, membatalkan peraturan perundangan yang mengatur hal
yang sama setingkat yang terbit lebih dahulu atau lebih rendah. Ini berarti
bahwa apabila ada dua buah peraturan perundangan atau lebih mengatur hal yang
sama yang isinya bertentangan atau tidak sesuai antara yang satu dengan yang
lain, sedangkan peraturan-peraturan perundangan tersebut sama tingkatnya, maka
yang dianggap berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundangan yang
diundangkan kemudian kecuali apabila peraturan perundangan itu dinyatakan lain
(lex posterior derogate lex priori).
6. Perturan
perundangan yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat
umum (lex specialis derogate lex generalis)
7. Peraturan
perundangan hanya boleh dicabut atau diganti atau dibatalkan oleh peraturan
yang sama atau yang lebih tinggi tingkatannya.
8. Dalam
penyusunan peraturan perundangan, perlu diperhatikan konsistensinya baik
diantara pertaturan perundangan yang mengatur hal yang sama, maupun diantara
pasal-pasal dalam satu peraturan perundangan.
9. Dalam
suatu peraturan perundangan, harus ada kejelasan dan ketegasan mengenai yang
ingin dicapai dari ketentuan yang bersangkutan
.
C.
Tata perundang-undangan
Tap
MPRS NO. XX/MPRS/1996 tentang Memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib hukum
Republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan Republik Indonesia.
Urutannya yaitu :
1. UUD
1945;
2. Ketetapan
MPR;
3. UU;
4. Peraturan
Pemerintah;
5. Keputusan
Presiden;
6. Peraturan
Pelaksana yang terdiri dari : Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri.
Ketentuan
dalam Tap MPR ini sudah tidak berlaku.
Tap
MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Undang-Undang. Berdasarkan ketetapan MPR tersebut, tata urutan peraturan
perundang-undangan RI yaitu :
1.
UUD 1945;
2.
Tap MPR;
3.
UU;
4.
Peraturan pemerintah pengganti UU;
5.
PP;
6.
Keppres;
7.
Peraturan Daerah;
Ketentuan
dalam Tap MPR ini sudah tidak berlaku.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan ini,
jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia adalah
sebagai berikut :
1.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2.
UU/Perppu;
3.
Peraturan Pemerintah;
4.
Peraturan Presiden;
5.
Peraturan Daerah.
Ketentuan
dalam Undang-Undang ini sudah tidak berlaku.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan dalam
Undang-Undang ini, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia adalah sebagai berikut :
1.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2.
Ketetapan MPR;
3.
UU/Perppu;
4.
Peraturan Presiden;
5.
Peraturan Daerah Provinsi;
6.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
D. PROSES
PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG
Terbentuknya
suatu Undang-Undang adalah suatu proses sebagai dinamika kehidupan demokrasi di
lembaga legeslatif. Berikut ini adalah alur penyusunan undang-undang ;
1. Prosedur
pembentukan RUU usul dari DPR
a. RUU
disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPR, lalu ditandatangani
sekurang-kurangnya 10 anggota DPR.
b. Selanjutnya,
RUU dibawa ke rapat paripurna.
c. Apabila
disetujui tanpa perubahan. Rapat paripurna memutuskan apakah usul RUU tersebut
dapat secara prinsip diterima menjadi RUU usul dari DPR atau tidak. Rapat
paripurna didahului dengan penjelasan pengusul dan pendapat fraksi-fraksi.
d. Apabila
disetujui dengan perubahan, DPR menugaskan kepada komisi, badan legislasi, atau
panitia khusus untuk membahas dan menyempurnakan RUU usul dari DPR.
e. RUU
disampaikan kepada presiden oleh pimpinan DPR dengan permintaan agar presiden
menunjuk menteri yang akan mewakili pemerintah dalam melakukan pembahasan RUU
tersebut bersama dengan DPR.
f. Dalam
rapat paripurna, ketua rapat memberitahukan dan membagikan usul RUU kepada
anggota DPR.
g. Kemudian,
dibentuk badan musyawarah.
h. Rapat
badan musyawarah menentukan waktu pembicaraan dalam rapat paripurna.
2. Pembicaraan
tingkat I di DPR
Pembicaraan tingkat 1 dalam rapat komisi, rapat
badan legislasi, rapat panitia anggaran, atau rapat panitia khusus bersama
pemerintah, dengan acara sebagai berikut ;
a. Tanggapan
pemerintah terhadap RUU dari DPR.
b. Jawaban
pimpinan komisi, badan legislasi, panitia anggaran, atau panitia khusus atas
tanggapan pemerintah.
c. Pembahasan
RUU oleh DPR dan pemerintah dalam rapat kerja berdasarkan daftar inventarisasi
masalah (DIM).
3. Pembicaraan
tingkat II di DPR
Setelah
pembicaraan tingkat 1, diadakan pembicaraan tingkat 2 dalam Rapat Paripurna
dengan acara sebagai berikut:
a. Pengambilan
keputusan yang didahului oleh:
1) laporan
hasil pembicaraan tingkat 1,
2) pendapat
akhir fraksi yang disampaikan oleh anggotanya, apabila dipandang perlu dapat
disertai catatan tentang sikap fraksi.
b. Penyampaian
sambutan pemerintah.
4.
Prosedur Pembentu-kan RUU Usul dari Pemerintah
Dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan
tersebut materi muatan setiap peraturan harus diperhatikan. Materi muatan
peraturan perundang-undangan, antara lain sebagai berikut.
a. Materi
muatan undang-undang, yaitu:
1) mengatur
lebih lanjut ketentuan UUD 1945, meliputi:
a) hak
asasi manusia,
b) hak
dan kewajiban warga negara,
c) pelaksanaan
dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara.
d) wilayah
negara dan pembagian daerah,
e) kewarganegaraan
dan kependudukan,
f) keuangan
negara.
b. Diperintahkan
oleh UU untuk diatur dengan UU.
5.
Pembicaan Tingkat 1 di DPR
Pembicaraan tingkat 1 dalam rapat komisi, rapat
badan legislasi, rapat panitia anggaran, atau rapat panitia khusus bersama
pemerintah, dengan acara sebagai berikut.
a. Pemandangan
umum fraksi terhadap RUU.
b. Jawaban
pemerintah atas pemandangan umum fraksi.
c. Pembahasan
RUU oleh DPR dan pemerintah dalam rapat kerja berdasarkan daftar inventarisasi
masalah (DIM). (Catatan: RUU dari pemerintah dapat ditarik kembali sebelum
pembicaraan tingkat 1 berakhir).
6. Pembicaraan
Tingkat 2 di DPR
Setelah pembicaraan tingkat 1, diadakan pembicaraan
tingkat 2 dalam rapat paripurna dengan acara sebagai berikut.
a. Pengambilan
keputusan yang didahului oleh:
1) laporan
hasil pembicaraan tingkat 1,
2) pendapat
akhir fraksi yang disampaikan oleh anggotanya, apabila dipandang perlu dapat
disertai catatan tentang sikap fraksi,
b. Penyampaian
sambutan pemerintah. Pimpinan DPR menyampaikan RUU beserta penjelasannya dari
pengusul kepada media massa dan Kantor Berita Nasional untuk disiarkan kepada
masyarakat. Setelah pimpinan DPR menerima RUU dari pemerintah maka dalam rapat
paripurna, ketua rapat memberitahukan dan membagikan usul RUU kepada anggota
DPR. Pemerintah/presiden menyampaikan RUU beserta penjelasannya secara tertulis
kepada pimpinan DPR dengan surat pengantar yang menyebutkan menteri yang akan
mewakili pemerintah.
c. Materi
muatan peraturan pemerintah berisi materi untuk menjalankan UU.
d. Materi
muatan peraturan presiden berisi materi yang diperintahkan oleh UU atau materi
untuk melaksanakan peraturan pemerintah.
e. Materi
muatan peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah, tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus
daerah, serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
f. Materi
muatan peraturan desa/setingkat adalah seluruh materi dalam rangka
penyelenggaraan urusan desa/setingkat serta penjabaran lebih lanjut peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
BAB
IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis
yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan
oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Perundang-undangan adalah peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan di bentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
DAFTAR
ISI
Lembaga Administrasi
Negara Republik Indonesia, 1996, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia.
Jakarta: PT Toko Gunung Agung
Lijak Poltak Sinambela
dkk. 2006. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara
Undang-undang Republik
Indonesia nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Syafie
Kencana Inu, dkk. 1999. Ilmu Administrasi
Publik. Jakarta : Reneka Cipta
Pasolong
Harbani, 2007. Teori Administrasi Publik.
Bandung : Alfabeta
Comments
Post a Comment