Sunday 8 July 2018

Sebuah Curhat : Efek Samping Pembangunan


Seperti judulnya, ini bukan tulisan ilmiah, tapi sifatnya lebih ke curhat. Curhat yang ada bahasa kritik didalamnya. Ketika ada orang yang mengkritik kebijakan ataupun jalannya sebuah pemerintahan tolong jangan langsung dianggap sebagai kelompok 'Tagar' trtentu. Sebuah kritik merupakan suplemen dan ungkapan kasih sayang dari warga yang ingin bangsa ini terus bergerak kedepan.

Foto diatas merupakan ilustrasi pemandangan kontras yang (menurut saya) menjadi representasi kondisi Indonesia masa kini. Mengapa demikian ? dibalik hiruk-pikuk pembangunan yang di gembar-gemborkan pemerintahan saat ini, ternyata banyak juga beberapa efek samping yang tidak bisa dianggap sepele. Pembangunan di Indonesia saat ini seperti yang diketahui berfokus pada infrastruktur dimana jalan tol dan bandara menjadi  fokus utama pembangunan. Memang benar bahwa pembangunan ini di indikasikan untuk dapat mempercepat arus barang dan jasa sehingga laju pertumbuhan ekonomi semakin meningkat. Tapi, semenjak tulisan ini berjudul "efek samping" maka mari kita telaah lebih lanjut mengenai efek sampingnya.

Pertama, tingginya pembangunan infrastruktur di Indonesia sekarang tidak seimbang dengan penyerapan tenaga kerja. Bahkan saya melihat justru ada penurunan. Pembangunan Infrastruktur yang dalam bayangan masa lalu mampu menarik banyak tenaga kerja, sehingga mendorong peningkatkan perekonomian nasional ternyata tidak berlaku sekarang. Mungkin pada zaman penjajahan Belanda ataupun jepang dulu ketika ada pembangunan jalan, terbuka kesempatan kerja bagi warga dengan mengangkat batu, pasir dan lain-lain. Sekarang, ketika dibangun infrastruktur, coba saja kita lihat, kebanyakan proyek orangnya sedikit yang kerja dan banyak di dominasi oleh peran mesin. Komponennya pun juga sudah jadi, yang hanya tinggal pasang-pasang saja. Kalaupun dalam suatu proyek banyak tenaga kerja yang dibutuhkan, proyek tersebut lebih mengutamakan menggunakan tenaga kerja asing yang mayoritas berasal dari negara "you know where".

Kedua, utang negara yang semakin bertambah. Infrastruktur memang harus dibangun dan rasanya tidak ada lagi yang harus dipedebatkan soal itu. Namun pembangunan infrastruktur yang dibangun harus sesuai dengan jumlah uang yang kita punya. Sederhananya kata ayah saya, "kalau uang untuk makan hanya cukup untuk beli ikan teri, jangan paksa beli ikan cakalang". Begitu juga dengan negara. Infrastruktur perlu dibangun, tapi tidak bisa dilakukan sekaligus. Apalagi harus murni menggunakan dana yang bersumber dari APBN, tanpa melibatkan swasta. Artinya perlu prioritas, kalau memang uangnya banyak ya mari kita bangun banyak. Kalau tidak ada, jangan dipaksakan sampai hutang sana-sini. Ingat, yang namanya hutang, sebagaimana menggiurkan pun akan ada masa dimana utang tersebut akan menjadi bumerang bagi kita, dan bangsa ini sudah pernah merasakan efek dahsyatnya di masa lampau.

Ketiga, saya rasa ada benarnya jika pembangunan yang ada saat ini hanya dinikmati oleh kalangan atas saja. Lihat saja jalan tol  yang ada, hitung saja berapa banyak truk yang mengangkut logistik dan bandingkan dengan mobil-mobil pribadi yang ada. Yang lebih lucu lagi adalah kasus bandara. Pemerintah menggusur lahan pertanian yang ada demi membangun bandara-bandara megah dengan standar internasional namun sampai saat ini masih terus gencar melakukan impor beras dari negara-negara tetangga. Imbasnya ya lagi-lagi rakyat kecil yang terhimpit dan menjerit.
Apapun itu sebagai anak bangsa saya masih optimis dengan masa masa depan bangsa ini. Pun demikian saya masih optimis dengan pemerintahan saat ini. Optimisme untuk meraih target yang ingin dicapai memang sangat penting dan bahkan menjadi sebuah keharusan. Tapi dalam mengembangkan sikap optimisme harus juga melihat efek apa yang ditimbulkan dari semua sektor yang memungkinkan.

Akhirnya, sampai saat dimana saya bingung memilih kata dan kalimat yang menjadi penutup keren dalam tulisan ini. Tapi lebih dari itu, dan yang paling penting semoga apa yang ditulis bisa bermanfaat bagi yang bersedia mampir membacanya.

Saran, kritik, bahkan hujatan saya terima demi kemajuan saya kedepannya

Udah gitu aja
*by Juniar Wibisana Suwignya S.Ap (gelarnya belum loading 100%)