Politik, Pengertian Dan Defenisi
Pengertian Dan Defenisi Politik
Assalamualaikum Wr.Wb. pada postingan kali ini, Jun akan mngemukakan beberapa pengertian dan defenisi politik baik secara universal maupun melalui pendekatan-pendekatan tertentu.
Sejak zaman Yunani Kuno, politik telah banyak menarik
perhatian dan menjadi bahan perbincangan serius bagi sejumlah kalangan, termasuk ilmuan ternama seperti Plato dan
Aristoteles. Namun paradigma dan apa yang menjadi pusat perhatian para ilmuan
tersebut dalam menelaah dan memahami politik, telah berkembang dari waktu ke
waktu.
Sebagian
perubahan itu karena terdorong untuk mengikuti arus besar perubahan metodologi
dan paradigma yang memang melanda hampir semua cabang-cabang ilmu sosial.
Akibatnya, kita saat ini menyaksikan banyak sekali definisi-definisi ilmu
politik yang berbeda-beda, yang menurut Prof. Miriam Budiardjo, sebagai akibat
dari perbedaan cara para ilmuan dalam meneropong apa yang disebut dengan
”politik.”
Banyaknya
definisi-definisi ilmu politik yang berbeda-beda seperti yang dikemukakan oleh
para ahli, di satu sisi akan memperkaya pemahaman kita akan politik. Itu juga menunjukkan dinamika
bidang kajian ilmu politik yang terus berkembang. Namun di sisi lain,
adakalanya definisi-difenisi itu justru membuat bingung, terutama bagi para
pemula yang baru mendalami ilmu politik.
Untungnya, beberapa ilmuan memahami kerumitan ini, dan
membantu menyederhanakan pemahaman. Prof. Miriam Budiardjo (1977) dan Isjwara (1982)
secara terpisah telah mencoba menyusun dan mengelompokkan defenisi-defenisi
ilmu politik yang dikemukakan oleh para ahli, sesuai dengan apa yang menjadi
pusat perhatian atau konsep utama dari masing-masing defenisi yang dikemukakan.
Miriam Budiardjo dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik, secara implisit membagi dan
mengelompokkan defenisi-defenisi ilmu politik yang ada ke dalam tiga kategori,
masing-masing defenisi yang bersifat normatif, defenisi yang bersifat
pragmatis, dan defenisi ilmu politik yang bersifat negatif.
A. Defenisi Ilmu Politik Normatif
Defenisi tertua mengenai ilmu politik masih bersifat
normatif. Ini merujuk pada karya para filsuf Yunani Kuno sebelum abad ke-5
S.M. Dua tokoh utamanya, Plato dan
Aristoteles, menganggab politics
sebagai : ”suatu usaha untuk mencapai
masyarakat politik (polity) yang terbaik.” Di dalam polity semacam itu, manusia akan hidup bahagia karena memiliki
peluang untuk mengembangkan bakat, bergaul dengan rasa kemasyarakatan yang
akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi. Pandangan normatif
mengenai politik ini berlangsung lama dan bertahan hingga abad ke-19.
Dan menurut Miriam Budiardjo, meski dewasa ini defenisi
mengenai politik yang sangat normatif itu telah terdesak oleh defenisi-defenisi
lain yang lebih menekankan pada upaya (means)
untuk mencapai masyarakat yang baik -- seperti kekuasaan, pembuatan keputusan,
kebijakan, alokasi nilai, dan sebagainya -- namun pengertian politik sebagai
usaha untuk mencapai suatu masyarakat yang lebih baik dari pada yang
dihadapinya, atau yang disebut Peter Merkl: “Politik dalam bentuk yang paling
baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan berkeadilan (Politics, at its best is a noble questfor a
good order and justice)” – betapa samar-samar pun – tetap hadir sebagai
latar belakang serta tujuan kegiatan politik.
B. Defenisi Ilmu Politik Pragmatis
Dalam perkembangannya, rumusan normatif di atas oleh para
ilmuan ternyata dirasakan tidak lagi memadai. Sebuah pertanyaan penting, yakni
bagaimana caranya mewujudkan tujuan mulia itu, akhirnya melahirkan sejumlah
jawaban (alternatif pilihan) yang kesemuanya kemudian kita kenal sebagai
konsep-konsep pokok ilmu politik.
Menurut Miriam Budiardjo, usaha untuk mencapai suatu
masyarakat yang lebih baik seperti yang dicita-citakan Plato dan Aristoteles,
dapat dicapai dengan berbagai cara. Akan tetapi semua pengamat setuju bahwa
tujuan itu hanya dapat dicapai jika memiliki kekuasaan dalam suatu
wilayah tertentu (negara atau
sistem politik). Kekuasaan itu kemudian perlu dijabarkan dalam keputusan mengenai kebijakan yang akan menentukan pembagian atau alokasi dari
sumber daya yang ada.
Dengan demikian, Miriam Budiardjo menyimpulkan, bahwa
politik dalam suatu negara selalu berkaitan dengan masalah :
1. Negara
(state)
2.
Kekuasaan (power)
3.
Pengambilan keputusan (decision
making)
4. Kebijakan
(policy, beleid).
5.
Pembagian (distribution) atau alokasi
(allocation).
Adapun
perbedaan-perbedaan dalam defenisi ilmu politik yang sering kita jumpai,
menurutnya, disebabkan karena setiap
sarjana meneropong hanya satu aspek atau unsur dari politik itu. Unsur ini
diperlukannya sebagai konsep pokok yang akan dipakainya untuk meneropong
unsur-unsur lainnya. Penekanan pada salah satu dari unsur-unsur ini pada
akhirnya melahirkan defenisi ilmu politik yang berbeda-beda berikut ini.
1) Defenisi Ilmu Politik dengan Negara sebagai inti politik
Para
sarjana yang menekankan negara sebagai inti dari politik (politics), memusatkan perhatiannya pada lembaga-lembaga kenegaraan
serta bentuk formalnya. Negara itu sendiri adalah suatu organisasi dalam suatu
wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.
Defenisi-defenisi
ilmu politik kategori ini belakangan juga dinilai masih bersifat tradisional
dan agak sempit ruang lingkupnya. Pendekatan ini dinamakan Pendekatan
Institusional (institutional approach).
Berikut
adalah beberapa defenisi ilmu politik dengan Negara sebagai konsep utamanya :
a. Roger F
Soltau (dalam buku Introduction to Politics):
“Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan
negara... dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu,
hubungan antara negara dengan warganya serta hubungan antarnegara (Political science is the study of the state,
its aim and purposes...the institutions by which these are going to be
realized, its relations with its individual members, and other state).
b. J Barents
(dalam Ilmu Politika):
“Ilmu Politik adalah ilmu yang
mempelajari kehidupan bermasyarakat... dengan negara sebagai bagiannya (en maatschappelijk leven... waarvan de staat
een onderdeel vornt); ilmu politik mempelajari negara dan bagaimana negara
tersebut melakukan tugas serta fungsinya (De
wetenschap der politiek is de wetenshcap die het leven van de staat een
onderdeel vormt. Aan het onderzoek van die staten, zoals ze werken, is de
wetenschap der politiek gewijd).”
2) Defenisi Ilmu Politik dengan Kekuasaan sebagai inti Politik
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok
untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan
keinginan para pelaku.
Sarjana yang melihat kekuasaan sebagai inti dari politik
beranggapan bahwa politik adalah semua kegiatan yang menyangkut masalah
memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan. Biasanya dianggap bahwa perjuangan
kekuasaan (power struggle) ini
mempunyai tujuan yang menyangkut kepentingan seluruh masyarakat.
Pendekatan ini, yang banyak terpengaruh oleh sosiologi,
lebih luas ruang lingkupnya dan juga mencakup gejala-gejala sosial seperti
serikat buruh, organisasi keagamaan, organisasi kemahasiswaan, dan kaum
militer. Pendekatan ini lebih dinamis dari pada pendekatan institusional karena
memperhatikan proses. Berikut
ini adalah beberapa defenisi:
a. Harold D.
Laswell dan A. Kaplan (dalam
buku Power and Society):
“Ilmu Politik mempelajari
pembentukan dan pembagian kekuasaan.”
b. W.A.
Robson (dalam The University Teaching
of Social Sciences):
“Ilmu politik mempelajari
kekuasaan dalam masyarakat, ... yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang
lingkup, dan hasil-hasil. Fokus perhatian seorang sarjana ilmu politik...
tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan,
melaksanakan kekuasaan, atau pengaruh atas orang lain, atau menentang
pelaksanaan kekuasaan itu. (Political
science is concerned with the study of power in a society... its nature, basis,
processes, scope and result. The focus of interest of the political
scientist... centres on the struggle to gain or retain power, to exercise power
or influence over others, or to resist that exercise).”
c. Deliar Noer (dalam Pengantar ke Pemikiran Politik):
“Ilmu politik memusatkan
perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat.
Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak
pula pada negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di
luar bidang hukum serta sebelum negara ada, masalah kekuasaan itupun telah pula
ada. Hanya dalam zaman moderen inilah memang kekuasaan itu berhubungan erat
dengan negara.”
d. Ossip K.
Fletchteim (dalam Fundamental of
Political Science):
“Ilmu politik adalah ilmu sosial yang khusus
mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh negara merupakan organisasi
kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang
tidak resmi yang dapat mempengaruhi negara (Political
science is that specialized social science that studies the nature and purpose
of the state so far as it a power organization and the nature and purpose of
other unofficial power phenomena that are apt to influence the state).” Fletchteim juga menekankan
bahwa kekuasaan politik dan tujuan politik saling mempengaruhi dan bergantung
satu sama lain.
3) Defenisi Ilmu Politik dengan Pengambilan Keputusan sebagai inti
politik
Keputusan (decision)
adalah hasil dari membuat pilihan di antara beberapa alternatif, sedangkan
istilah Pengambilan Keputusan (decision
making) menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai.
Pengambilan keputusan sebagai konsep pokok dari politik menyangkut
keputusan-keputusan yang diambil secara kollektif mengikat seluruh masyarakat.
Keputusan-keputusan itu dapat menyangkut tujuan masyarakat, dapat pula
menyangkut kebijakan-kebijakan untuk mencapai tujuan itu.
Setiap proses membentuk kebijakan umum atau kebijakan
pemerintah adalah hasil dari suatu proses mengambil keputusan, yaitu memilih
beberapa alternatif yang akhirnya ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah.
Misalnya, jika Indonesia memutuskan untuk memberi prioritas kepada pengembangan
pertanian (seperti dalam Pelita-I zaman Orde Baru), maka hal ini merupakan
suatu keputusan yang diambil sesudah mempelajari beberapa alternatif lain
misalnya memprioritaskan pendidikan atau memprioritaskan industri.
Aspek di
atas juga banyak menyangkut soal pembagian (distribution)
yang oleh Harold D. Laswell dirumuskan sebagai who gets what, when and how. Berikut beberapa defenisi:
a. Joyce
Mitchell (dalam buku Political Analysis and Public Policy):
“Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau
pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat seluruhnya (politics is collective decision making or the making of public policies
for an entire society).”
b. Karl W.
Deutsch:
Politik
adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum (Politics is the making of decisions by public means).” Dikatakan
selanjutnya bahwa keputusan semacam ini berbeda dengan pengambilan keputusan
pribadi oleh seseorang, dan bahwa seseorang dari keputusan semacam itu
merupakan sektor umum atau sektor publik (public
sector) dari suatu negara. Keputusan yang dimaksud adalah keputusan
mengenai tindakan umum atau nilai-nilai (public
goods), yaitu mengenai apa yang akan dilakukan dan siapa mendapat apa.
Dalam arti ini politik terutama menyangkut kegiatan pemerintah. Oleh Deutsch
dan kawan-kawan, negara dianggap sebagai kapal, sedangkan pemerintah bertindak
sebagai nakhodanya. Pendekatan ini berdasarkan cybernetika (cybernetics), yaitu ilmu komunikasi dan
pengendalian (control).
4) Defenisi Ilmu Politik dengan Kebijakan Umum sebagai inti politik
Kebijakan (policy)
adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok
politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada
prinsifnya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai kekuasaan
untuk melaksanakannya.
Para sarjana menekankan aspek kebijakan umum (public policy, beleid), menganggap bahwa
setiap masyarakat mempunyai beberapa tujuan bersama. Cita-cita bersama ini
ingin dicapai melalui usaha bersama, dan untuk itu perlu ditentukan rencana-rencana
yang mengikat, yang dituang dalam kebijakan (policies) oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini pemerintah. Berikut
ini ada beberapa defenisi:
a.
Hoogerwerf:
Obyek dari ilmu politik adalah
kebijakan pemerintah, proses terbentuknya, serta akibat-akibatnya. Yang dimaksud dengan
kebijakan umum (public policy) di
sini menurut Hoogerwerf ialah, membangun masyarakat secara terarah melalui
pemakaian kekuasaan (doelbewuste
vormgeving aan de samenleving door middel van machtsuitoefening).”
b.
David Easton:
Ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya
kebijakan umum (study of the making of
public policy). David Easton dalam buku The
Political System mengatakan, kehidupan politik mencakup bermacam-macam
kegiatan yang mempengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang, yang diterima
untuk suatu masyarakat , dan yang mempengaruhi cara untuk melaksanakan
kebijakan itu. Kita berpartisipasi dalam kehidupan politik jika aktivitas kita
ada hubungannya dengan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan untuk suatu
masyarakat (Political life concerns all
those varieties of activity that influence significantly the kind of
authoritative policy adopted for a society and the way it is put into practice.
We are said to be participating in political life when out activity relates in
some way to the making and execution of policy for a society).”
5) Defenisi Ilmu Politik dengan Pembagian/Alokasi sebagai inti politik
Pembagian
(distribution) dan alokasi (allocation)
ialah pembagian dan penjatahan nilai-nilai (values)
dalam masyarakat. Sarjana yang menekankan pembagian dan alokasi beranggapan
bahwa politik tidak lain dan tidak bukan adalah membagikan dan mengalokasikan
nilai-nilai secara mengikat. Yang ditekankan oleh mereka adalah bahwa pembagian
ini sering tidak merata dan karena itu menyebabkan konflik. Masalah tidak
meratanya pembagian nilai-nilai perlu diteliti dalam hubungannya dengan
kekuasaan dan kebijakan pemerintah.
Dalam
ilmu sosial, suatu nilai (value)
adalah sesuatu yang dianggap baik dan benar, sesuatu yang diinginkan, sesuatu
yang mempunyai harga dan oleh karenanya dianggap baik dan benar, sesuatu yang
ingin dimiliki oleh manusia. Nilai ini dapat bersifat abstrak seperti penilaian
(judgement) atau suatu asas seperti
misalnya kejujuran, kebebasan berpendapat dan kebebasan mimbar. Nilai juga bisa bersifat
konkret (material) seperti rumah,
kekayaan, dan sebagainya. Berikut
beberapa defenisi:
a. Harold D.
Laswell (dalam buku Who Gets What, When, How):
“Politik adalah masalah siapa mendapat apa, kapan,
dan bagaimana.”
b. David
Easton (dalam A Systems Analysis of
Political Life):
“Sistem politik adalah keseluruhan dari
interaksi-interaksi yang mengatur pembagian nilai-nilai secara autoritatif
(berdasarkan wewenang) untuk dan atas nama masyarakat (a political system can be designated as those interactions through
which values are authoritatively allocated for a society).”
C.
Defenisi Ilmu Politik Negatif
Kegiatan
politik, menurut Miriam Budiardjo, tidak dapat disangkal dalam pelaksanaannya,
di samping segi-segi yang baik, juga mencakup segi-segi yang negatif. Hal ini
disebabkan karena politik mencerminkan tabiat manusia, baik nalurinya yang baik
maupun nalurinya yang buruk. Perasaan manusia yang beraneka ragam sifatnya,
sangat mendalam dan sering saling bertentangan, mencakup rasa cinta, benci,
setia, bangga, malu, dan marah.
Tidak
heran jika dalam realitas sehari-hari kita acapkali berhadapan dengan banyak
kegiatan yang tak terpuji, atau seperti dirumuskan oleh Peter Merkl sebagai
berikut: Politik dalam bentuk yang paling buruk, adalah perebutan kekuasaan,
kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan diri sendiri (politics at is worst is a selfish grab for power, glory and riches).”
Singkatnya, politik adalah perebutan kuasa, tahta, dan harta. Di bawah ini ada
dua sarjana yang menguraikan defenisi politik yang berkaitan dengan masalah
konflik dan konsensus.
1. Rod Hague et al:
“Politik
adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai
keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk
mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara anggota-anggotanya. (Politics is the activity by which groups reach
binding collektive decisions through attempting to reconcile differences among
their members).
2. Andrew Heywood:
“Politik
adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan
mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti
tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerjasama (Politics is the activity through which a people make, preserve and
amend the general rules under which they live and as such is inextricaly linked
to the phenomen of conflict and cooperation).”
Sementara
itu, tidak jauh berbeda, Isjwara (1982), dalam kajiannya terhadap berbagai
definisi ilmu politik, menemukan ada tiga cara pendefinisian ilmu politik.
Ketiga perspektif pendefinisian ini, secara akademik bisa dipisahkan, namun
tidak secara empirik. Artinya, kendatipun dalam kerangka teroritik bisa
didefinitifkan secara distinc (tegas berbeda), namun dalam realitas politiknya,
sangat sulit pisahkan karena satu dengan lainnya saling berkaitan.
1. Pendefinisian secara institusional
Konsep institusional
dimaksud di sini, yaitu kelembagaan. Dimana sejumlah ilmuwan politik
mendefinisikan ilmu politik sebagai ilmu yang mempelajari lembaga-lembaga
politik, seperti negara, pemerintah, DPR, dan sebagainya berdasarkan struktur
dan dokumen-dokumen resmi tentang lembaga-lembaga yang bersangkutan. Beberapa defenisi ilmu politik kategori ini antara
lain :
Dillon, Leiden dan Stewart
Ilmu politik adalah ‘the
scientific study of the organization of the state and its government and the
political activity of its citizens’. Dalam pandangan ini, ilmu politik
lebih ditekankan pada studi mengenai organisasi kenegaraan dan pemerintahannya,
termasuk di dalamnya adalah aktivitas warga negaranya itu sendiri.
Kogekar
(Gie, 1981) :
politik adalah ‘a
study of the organization of society in its widest sense, including all
organization the family, the trade union and the state, with special reference
ist one aspect of human behavior, the exercise of control and the rendering of
obedience’.
Roger F.
Soltau (dalam bukunya Introduction
to Politics) :
‘Political science is the
study of the state, its aims and purposes… the institutions by which these are
going to be realized, its relations with its individual members and other
states’.
J. Barent
“ilmu
politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara, yang merupakan bagian
dari kehidupan masyarakat. Ilmu Politik mempelajari negara-negara itu
melaksanakan tugas-tugasnya.”
Singkatnya,
ilmu politik di sini adalah ilmu yang mempelajarai bentuk negara, struktur
organisasi kenegeraan, alat-alat negara atau perangkat kenegaraan dalam
menjalankan roda pemerintahan guna mencapai tujuan kenegaraan itu sendiri. Pada
sisi inilah, definisi ilmu politik bersinggungan erat dengan ilmu negara atau
ilmu tata negara.
Perbedaan
definisi ketiga ilmu tersebut adalah pada titik tekan kajian. Ilmu negara,
merupakan ilmu yang bersifat general dan abstrak di dalam mempelajari sebuah
negara, misalnya hakikat negara, tujuan negara dan sejarah terbentuk negara.
sedangkan ilmu tata negara, adalah ilmu negara yang lebih spesifik, terfokus
pada sebuah sistem ketatanegaraan sebuah negara. Dalam ilmu tata negara ini,
dipelajari sebuah susunan keorganisasian. Sementara pada konteks aktivitas
pelaksanaan fungsi keorganisasian dari alat-alat negara itu, lebih banyak
dikaji oleh politik. Sehingga tidak mengherankan, jika Laski, pada bagian awal
kajiannya di buku “An Introduction to Politics’, mengkaji masalah
negara.
2. Pendefinisian
secara fungsional
Defenisi
politik secara kelembagaan, seperti dikemukakan di atas, belakangan mendapat
banyak kritik. Para pengkritiknya menilai, definisi politik yang bersifat institusional,
membuat ilmu ini tidak berkembang secara akademik, karena sifatnya yang pasif
dan formalistik.
Sebagai
reaksi terhadap kelemahan itu, muncullah beberapa ilmuwan yang menggunakan
konteks fungsi dan aktivitas politik yang dinamis sebagai ciri khas dari kajian
ilmu politik. Pendefinisian ini didasari suatu asumsi bahwa lembaga-lembaga
politik merupakan sesuatu yang dinamis yang tidak luput dari pengawasan
faktor-faktor non yuridis.
Dalam real politics,
kelompok-kelompok kepentingan (pressure group) adalah kelompok yang
turut menumbuhkembangkan dinamika politik. Oleh karena itu pula, aktivitas lobbying, tekanan
politik, pendapat umum atau opini, merupakan bagian dari ilmu politik itu
sendiri.
Salah satu defenisi
dikemukakan oleh Jacobean dan Lipman. Menurut mereka politik adalah :
“sciences of the state. It deals with (a) the
relations of individual t one another insofar as the state regulates them by
law; (2) the relations of individuals or group of individual to the state; (3)
the relations of the state of state”.
Definisi
ini sangat tegas, dimana ilmu politik itu berkaitan erat dengan aktivitas
politik itu sendiri, baik dalam konteks interaksi antar individu, antara
individu dengan negara, maupun aktivitas antara negara dengan negara. salah
satu diantara hubungan antara individu dengan negara, adalah pelaksanaan
pemilihan umum.
Pemilihan
umum, bukan merupakan sebuah alat atau organisasi negara. Pemilu adalah
aktivitas politik, atau fungsi dari sebuah sistem sosial demokrasi. Namun
demikian, Pemilu sudah pasti sangat jelas identitas kepolitisannya. Jika
menggunakan definisi institusional, maka masalah pemilu ini tidak akan dapat
dijelaskan dengan baik. Oleh karena itu, pemilu sebagai sebuah aktivitas
politik, hanya bisa dijelaskan melalui pendekatan fungsional dari ilmu politik
itu sendiri.
3. Pendefinisian
menurut hakikat politik itu sendiri
Para
sarjana ilmu politik pada umumnya sependapat bahwa hakekat politik adalah
kekuasaan. Beberapa ilmuan yang mendukung konsep ini antara lain :
Goodin dan Klingemann.
‘Politics might best
be characterized as the constrained use of social power’. (Proses politik
adalah serentetan peristiwa yang berhubungan dengan kekuasaan). Politik
merupakan perjuangan untuk memperoleh kekuasaan, teknik untuk menjalankan
kekuasaan, masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan, atau pembentukan dan
penggunaan kekuasaan.
Deliar
Noer.
“ilmu politik memusatkan
perhatiannya pada masalah kekuasaaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat.”
Iwa
Kusumasumantri
“Ilmu politik ialah ilmu
yang memberikan pengetahuan tentang segala sesuatu kearah usaha penguasaan
negara dan alat-alatnya atau untuk mempertahankan kedudukan/ penguasaannya atau
negara dan alat-alatnya itu, dan/atau untuk melaksanakan hubungan-hubungan
tertentu dengan negara-negara lain atau rakyatnya.
Valkenburg
(1968) (dalam bukunya Inleiding tot de Politicologie: Problemen van
Maatschappij en Macht), mengemukakan bahwa:
“politik
pada hakekatnya tiada lain merupakan pertarungan untuk kekuasaan.”
Jadi
menurut pendefinisian hakekat kekuasaan, ilmu politik adalah ilmu tentang
kekuasaan, karena hakekat politik itu sendiri adalah tentang kekuasan. Hal ini
didasari oleh suatu kesadaran bahwa faktor kekuasaan mempunyai peranan yang
sangat penting dalam kehidupan sosial.
Pendefinisian
ilmu politik menurut hakikat kekuasaan ini, selanjutnya masih dapat dibagi
dalam tiga golongan, yaitu :
A. Pendekatan Postulation, dengan tokohnya Catlin.
Menurut pendekatan ini ilmu politik adalah
ilmu yang meneliti manusia yang berusaha memperoleh kekuasaan sebagaimana
ekonomi meneliti manusia dalam usahanya memperoleh kemakmuran.
B. Pendekatan Psikologis, dengan tokohnya Laswell dan Schumman.
Menurut pendekatan ini, ilmu politik adalah
ilmu yang meneliti latar belakang psikologis tentang kehausan kekuasaan,
motivasi memperoleh dan menggunakan kekuasaan.
C. Pendekatan Sosologis, dengan tokohnya Charles
Merriam dan Lord Russel.
Pendekatan
Sosiologis menganalisa kekuasaan sebagai gejala sosial, di mana kekuasaan itu
berlaku atau digunakan sebagai alat untuk menjelaskan keadaan masyarakat.
Berdasarkan
kajian tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa ilmu politik terkait erat
dengan dua wilayah yang sangat luas. Satu sisi berkaitan erat dengan fenomena
ebjektif, misalnya struktur negara dan variasi alat-alat negara. Namun pada
sisi yang lainnya, terkait erat dengan masalah subjektif, misalnya saja
kekuasaan, kepentingan dan aspirasi. Kedua hal tersebut, merupakan sebuah
kajian keilmuan yang sangat luas dan memberikan harapan terhadap pemantapan
ilmu politik sebagai disiplin ilmu yang matang, baik dalam konteks objek
material keilmuan, maupun objek formal keilmuan. Artinya, ilmu politik menjadi
ilmu yang matang dalam metodologi dan sasaran kajian itu sendiri.
Sebagai
perbandingan, dapat dikemukakan kategorisasi yang dikemukakan oleh Teuku Rudy
(1992). Dalam menjelaskan bidang kajian dan sasaran ilmu politik, Teuku Rudy
menyebutkan ada 5 bidang kajian ilmu politik.
1. Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari hal ihwal
Negara.
Di
antara tokoh-tokoh yang menganut faham ini adalah:
Blunctshil, yang menyebut ilmu
politik adalah ‘ the science which is concerned with the state in its
conditions, in its essential nature, its various form or manifestation (and)
its development’.
Jacobsen and Lipman,
yang menyebut ilmu politik adalah ‘is correctly designed the science of
State” : Objectively gathering and classifying fact about the State is the main
purpose of the branch of learning’.
2. Ilmu politik adalah
ilmu yang mempelajari (negara dan) pemerintahan
Salah satu tokoh dengan
pendapat seperti ini adalah:
White, yang menyebut ilmu
politik adalah, ‘the study of the formation, form, and processes of the
states and government.’
3. Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari gejala
kekuasaan
Beberapa
pendukung konsep politik seperti ini adalah:
Felctheim, Ilmu politik adalah, ‘the
science of political power and political purpose in their interaction and
interdependence’.
Laswell dan Abraham Kaplan, ilmu
politik ditempatkan ‘ as one of the police science- that which study
indulgency and power as instruments of such integrations’ dan bahwa ‘ political
science is concerned with power in general with all the form in which is
accurse’. Dalam buku Power and Society, Laswell dan Kaplan
berpendapat bahwa: Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari pembentukan dan
pembagian kekuasaan’.
4. Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari
kelembagaan masyarakat
Di
antara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok ini adalah :
Burn dalam Gie, 1978, yang
menyebut bahwa: Politics therefore is different from economics in being
concerned with the organization of society for the purpose if obtaining a life
which is fine in quality.’
Peter Von Oertzen, 1965, dalam buku Uberlegungen
zur Stellung der politik under den Sozialwissenschaften mengemukakan
bahwa: politik adalah tindakan yang dijalankan menurut suatu rencana tertentu,
yang terorganisir dan terarah yang secara tekun berusaha menghasilkan,
mempertahankan atau merubah susunan masyarakat.
5. Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kegiatan politik
Negara
Di
antara tokoh-tokoh pendukung konsep ini adalah :
Anderson, Christol,
yang menyebut: Viewed some what more broadly, (political Science) also
includes ‘political’ (power seeking) behavior in or by group, organization and
institution which are more or less distinct from the state but which seek to
influence public policy an d the direction of social change’.
Comments
Post a Comment